SUDAH PINDAH RUMAH -> ADA KOKO

TITIK BALIK : Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan

Selasa, 22 Juni 2010


Copy Paste dari blog tetangga,..

Judul : TITIK BALIK,
Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan
Penulis : 18 Pemenang Lomba Cipta Karya Inspiratif
Penerbit: Leutika, Mei 2010.
Tebal : xvi, 191 halaman
ISBN : 978-6028-597-39-5
Kategori: Nonfiksi - Motivasi
Harga : Rp 38.000,-

Pernahkah mengalami masa-masa berat hingga berada di titik nadir?
Terjatuh, terpuruk, dan gagal adalah biasa dalam kehidupan. Yang luar biasa adalah bila dapat bangkit dari keterpurukan dan kegagalan itu.

TITIK BALIK memuat pengalaman hidup yang patut dibagi bersama. Dari cerita seperti inilah seeorang sering menemukan pijar motivasi untuk menjalani hidup. Tak perlu mengalami kegagalan itu sendiri bila kita bisa belajar dari kegagalan orang lain.

TAK CUKUP DENGAN AIR MATA adalah kisahku yang terpillih menjadi Pemenang I dalam lomba ini.

“Siang ini kita makan tumis kangkung spesial, ya?”
“Spesial pakai apa, Ma?” tanya Kakak.
“Pakai kangkung. Hehe …. Mau kan?”
“Mau deh,” jawab Kakak. “Papa nanti siang mau makan pakai tumis kangkung spesial nggaaaak?” tanya Kakak.
“Mau.”
Datar.
“Bener?”
“Ya.”
Masih datar....
“Ada uang belanjanya?” Akhirnya bertanya juga.
“Cari gratisan aja. Petik kangkungnya yang di dekat rumah Ustad.”
Termangu.
“Yuk, Kak. Kita cari kangkung.”

Tanpa mengerti beban pikiran orangtuanya, Kakak bersorak gembira. Langkah-langkah kakinya begitu ringan ketika berjalan menuju tanah kosong di sebelah rumah Ustad. Di tanah kosong yang sebagian digenangi air itu tumbuh subur kangkung liar. Besar-besar. Segar.

Kakak masih berceloteh riang saat ibunya, seorang sarjana yang lulus cum laude dari sebuah PTN ternama memetiki kangkung liar demi menghemat seribu rupiah bakal membeli dua ikat kangkung untuk menu makan siang. Ya. Seribu rupiah. Bukan sepuluh ribu. Bukan seratus ribu.
(Sepenggal kisah Triani Retno dalam buku Titik Balik!)

17 penulis yang tergabung dalam buku ini adalah: Dian Nafi Awaliyah, Tri Nursanti, R. Rudi Agung P, Rizha Krisna Wardhani, Suguh Kurniawan, ME Chitra Eka Dewi, Yuli Misgiyati, Kurniadi, Tia Setiawati, Agus M. Irkham, Haya Aliya Zaki, Prakoso Bhairawa Putera, Ari Sandi, Sri Hindiyastuti, Alfi Zamilah, Dira Ernawati, dan Yuventia Tunda Reka Anggita.


READ MORE - TITIK BALIK : Menerjang Rintangan Menggapai Masa Depan

Antologi Puisi Mengenang Moh. Wan Anwar "Berjalan Ke Utara"


Ada sekitar 113 penyair yang mengirim naskah puisi, namun setelah melalui tahap kurasi, akhirnya hanya 79 penyair yang masuk dalam antologi Berjalan Ke Utara ini. Antara lain

Abdul Hadi-Lautnya
Adew Habtsa-Obituari
Adhy Rical-Tuhan Mencintaimu
Adin-Menjelang Tidur
Ahmadun Yosi Herfanda-Lelaki Tegar
Amaturrasyidah-Suatu Pagi Kamu Mengunyah Lebah
Anri Rachman-1.
Bode Riswandi-Di Beranda Sajakmu
Boedi Ismanto SA-Untuk yang Tercinta
Budhi Setyawan-Bulan Sabit di Serang
Deden Abdul Aziz-In Memoriam
Delvi Yandra-Kereta Terakhir
Den Bagoes-Puisi Itu Mencarimu, Wan
Dian Hardiana-Kepada Penyair yang Telah Pindah Rumah
Dian Hartati-Ingatan
Doddi Ahmad Fawzy-Momento Partere
Dony P. Herwanto-Aku Mencatat Namamu Diam-diam
Dwi S. Wibowo-Kini Aku Ingin Menjumpai Mautmu
Edwar Maulana-Sajak Pengantar
Endang Supriadi-Sebuah Rencana
Evi Sefiani-Sembilan Belas Tahun Kemudian
Faisal Syahreza-Memoribilia
Fina Sato-Kura-kura
Firman Venayaksa-Amor Vincit Omnia 3
Frans Ekodhanto-Ritual Perpisahan
Ginanjar Rahadian-Tiga Catatan Sebelum Kau Berangkat
Hasta Indriyana-Kampung Halaman
Heru Joni Putra-Pintu Usia
Hudan Nur-Pepasirpun Terluka
IH Antassalam-Moksa
Ihung-Mengunduh dari Jarak Jauh
Jafar Fakhrurozi-Penjaga Kata
Kamaludin-Tak Ada Upacara Pemberangkatan Buatmu
Koko P. Bhairawa-Kita ‘Kan Terus Bicara
Langgeng Prima Anggradinata-Para Pelayat
Lina Kelana-Sajak untuk Kesatria
Lugiena De-Sajak Panglayungan
Lukman Asya-Ibadah Para Penyair
M. Arfani Budiman-Zikir Buat Pendiri ASAS
Ma’mur Saadie-Selembar Daun
Matdon-Sajak Mengenang Sajak
Melda MR-Sepotong Senja yang Belum Habis Kita Nikmati
Moch. Satrio Welang-Sayap Terkepak (lagi)
Muda Wijaya-Paragraf Kata Pada Suatu Hari Paling Dingin
Muhzen Den-Di Pemakamanmu Aku Membatu
N Rohmah Maidasari-Pada Hatimu
Nandang R. Pamungkas-Hujan pun Usai
Nero Taopik Abdillah-Sajak Tahlillan
Nety Av Ney-Di Antara Musim
Niduparas Erlang-Maut Seperih Senja di Laut Lontar
Nugraha Umur Kayu-Pesan Kematian
Pratiwi Sulistiyana-Ketika Hilang Bulan
Pringadi Abdi Surya-Suatu Malam di Cianjur
Rahmat Heldy HS-Cerita Seorang Kawan
Ramdan Saleh-Yang Terkenang
Rangga Umara-Ayat Ganjil Terpahat di Punggung Batu
Reza Saeful Rachman-Sebelum Senja Selesai
Rian Ibayana-Kasidah Terakhir
Rizki Sharaf -Tunggilis
Rizqi Nur Amaliah-Arah Pulang
Rozi Kembara-Doa Pengantar Tidur
Rudy Ramdani-Rumah Kertas
Seli Desmiarti-Tuan Wan
Sigit Pramono-Maut Berpagut
Sopan Sopian-Aku Masih Membaca Namamu
Sulaiman Djaya-Terbanglah Mautku, Terbangkan Hidupku
Syaifudin Gani-Di Padang Konda
Syarif Hidayatullah-Aku Kini Menamaimu Sepi
Toni Lesmana-23 November
Veronika Dian-Hening yang Tak Biasa
Viddy AD Daery-Di Rumah Hitam Batam, Aku Teringat Kau Wan Anwar
W. Herlya Winna -Usia Padam Dalam Gugusan Hari
Widzar Alghifary-Tentang November
Wili Azhari-Di Bawah Pahatan Namamu
Wulan Widari Endah-Cintaku
Yusran Arifin-Kafe Itu Bernama Dunia
Yopi Setia Umbara-Obituari
Yussak Anugrah-Kang Wan I
Zulkifli Songyanan-Kepada Wan Anwar.

Demikian nama-nama yang masuk dalam antologi ini. Melalui penerbitan buku Antologi puisi mengenang Moh. Wan Anwar Berjalan Ke Utara ini, semoga kita dapat mengambil spirit yang senantiasa beliau alirkan.

Salam,

Penyunting
Heri Maja Kelana



NB: Sumber dari Catatan Langgeng Prima Anggradinata: Pengumuman Hasil Kurasi Akhir Antologi Puisi Mengenang Moh. Wan Anwar "Berjalan Ke Utara"
READ MORE - Antologi Puisi Mengenang Moh. Wan Anwar "Berjalan Ke Utara"

Pesona Keindahan Pantai Pangandaran

Minggu, 20 Juni 2010

"KAWASAN ini begitu cepat pulih!" begitulah gumam dalam hati ketika pertama kali menginjakkan kaki di kawasan wisata Pangandaran (Jawa Barat) akhir minggu, di bulan Mei lalu. Geliat perekonomian dan kehidupan sosial yang didukung sektor pariwisata telah benar-benar membangkitkan Pangandaran. Kondisi saat ini jauh dari kesan wilayah pascatsunami 17 Juli 2006 silam.

Perjalanan wisata ke Pangandaran saat ini sangatlah mudah dijangkau karena telah banyak agen perjalanan ataupun komunitas pengelana yang menyelenggarakan wisata perjalanan ke Pangandaran dengan harga yang relatif murah. Pilihan semacam ini sangat cocok untuk mengisi liburan akhir pekan saya. Setelah menempuh perjalanan 8 jam Jakarta–Pangandaran, akhirnya di Sabtu pagi saya tiba dengan disambut sapuan awan hitam selepas hujan pagi.

Selesai sarapan pagi, trip pertama dimulai dan tujuan Cukang Taneuh atau yang lebih dikenal dengan Green Canyon. Kawasan ini terletak di Desa Kertayasa (Cijulang), perjalanan ditempuh sejauh 31 kilometer dari Pangandaran. Aliran Sungai Cijulang langsung beriak ketika perahu tempel mulai menyusuri badan sungai. Tak perlu waktu lama, hamparan hijau bukit yang mengapit sisi kanan dan kini mulai terlihat.


Kali ini kami tidak sendiri, ada banyak pengunjung yang juga ikut menikmati pesona gua dengan stalaktit dan stalakmit. Alhasil, menunggu sekitar lima menit pun harus dilakukan. Sembari menunggu, tak urung kamera yang sedari tadi tersimpan rapi di dry bag menjadi teman setia untuk mengabadikan keindahan.

Green Canyon benar-benar menyajikan atraksi alam yang khas dan menantang. Berenang dan berpegangan dengan pinggiran bebatuan di antara dua bukit memacu adrenalin. Arus sungai yang mengasyikkan menambah sensasi tersendiri. Di sisi kanan dan kiri, air tanah jatuh layaknya hujan. Sementara itu, di mulut gua terdapat Air Terjun Palatar yang menjadikan objek ini luar biasa.

Setelah terpacu adrenalin, saatnya rehat sejenak dan menuju trip berikutnya. Tujuannya adalah Pantai Batu Karas. Objek wisata ini masih berada di Kecamatan Cijulang. Awan nan putih, langit biru, dan deburan ombok yang tenang menjadikan Pantai Batu Karas terasa nyaman dan hangat menyambut tiap pengunjung yang datang.

Sungguh menyenangkan menatap lepas hingga ke batas cakrawala. Benar-benar keindahan tiada tara. Suasana nyaman dengan angin sepoi-sepoi dan pemandangan mata yang disuguhi anak-anak bermain ombak di pantai nan landai, sungguh membuat saya betah berlama-lama di pantai ini. Namun, trip masih panjang. Masih ada objek wisata lain yang harus dikunjungi.

Trip berikutnya adalah Pantai Batu Hiu. Pesona lain disuguhi di pantai yang terletak di Desa Ciliang (Parigi). Jarak lokasi tidak lebih dari 14 kilometer dari selatan Pangandaran. Bukan hanya laut biru dan deburan ombak yang bisa kita lihat di sini, tetapi kita juga bisa mendatangi Konservasi Anak Penyu (tukik) yang letaknya 300 meter dari gerbang masuk pantai. Konservasi ini berada di bawah tanggung jawab Pusat Pengelolaan Lingkungan Hidup Regional Jawa, Kementerian Lingkungan Hidup. Namun, kedatangan kali ini tidak dapat melihat anak penyu, karena beberapa waktu yang lalu telah dilakukan pelepasan langsung ke habitatnya. Di konservasi yang tersisa hanya dua dari tiga bak (kolam) pemeliharaan yang berisi penyu-penyu hasil tangkapan masyarakat.

Pantai Batu Hiu punya cara lain untuk memanjakan pengunjung. Dari atas bukit kecil yang ditumbuhi pohon pandan wong, kita bisa menyaksikan Samudera Indonesia nan biru lengkap dengan deburan ombak yang bergulungan. Embusan angin lagi-lagi menggoda untuk berlama-lama. Bila menjuruskan pandangan ke sebelah timur, hamparan pantai terbentang hingga Pangandaran. Jalan-jalan untuk sekadar menikmati angin dan pemandangan dari atas bukit semakin terasa nyaman dengan disediakannya fasilitas pejalan kaki yang telah ditata secara apik. Bukan hanya itu, duduk santai di rerumputan atas bukit pun sepertinya cukup layak untuk dilakukan di Pantai Batu Hiu.

Minggu di Pangandaran

Seharian menikmati pesona alam di sisi lain Pangandaran, tidak menyulitkan saya untuk bangun pagi di hari Minggu. Justru setelah menyelesaikan kewajiban pagi, dengan kamera di tangan saya langsung menuju Pantai Pangandaran. Wow, ramai betul kala itu. Kita bisa menyaksikan aktivitas pagi masyarakat lokal yang berbaur dengan wisatawan di sepanjang bibir pantai. Mereka bermain ombak, berenang dengan papan seluncur, bermain bola, ataupun sekadar berjalan di atas pasir pantai dan berfoto.

Waktu terasa begitu cepat berputar hingga trip keempat sudah harus dijalankan. Trip kali ini sangatlah spesial karena bernuansa trekking dengan objek tujuannya Taman Wisata Alam Pangandaran (TWAP). TWAP terletak berimpitan dengan kawasan konservasi cagar alam Pangandaran. Kegiatan Penjelajahan hutan dan pantai dilakukan hingga ke gua alam serta melihat situs budaya Batu Kalde. Jalur menuju lokasi ditempuh melalui laut dengan perahu wisata yang memang banyak disewakan di pinggiran Pantai Pangandaran.

Sepanjang perjalanan menuju lokasi, hamparan pemandangan tersaji mulai dari karang kodok, batu layar, hingga bagan-bagan ikan nelayan. Perahu tempel sesekali bergoyang keras memecah ombak. Setiba di lokasi, mata langsung tertuju pada hamparan pasir putih nan eksotis.

Berjalan tidak seberapa jauh, mata kembali disajikan oleh hamparan rumput dengan bunga-bunga berwarna merah muda di antara kawanan rusa. Rusa-rusa di tempat ini sungguh bersahabat dengan pengunjung, hingga tak segan-segan salah satu rekan saya memberikan pisang. Rusa pun datang menghampiri. Pesona keindahan di selatan Jawa Barat ini layak disejajarkan dengan pesona destinasi lainnya di Indonesia. (Prakoso Bhairawa Putera)***

READ MORE - Pesona Keindahan Pantai Pangandaran

Museum Kita dalam Optimisme New Brand Visit 2010

Rabu, 16 Juni 2010

Pada 30 Desember 2009 lalu, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mencanangkan tahun 2010 sebagai “Tahun Kunjungan Museum”. Bahkan pada awal Januari 2010 diluncurkan juga Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) yang akan berlangsung sepanjang 2010-2014. Peluncuran gerakan GNCM diharapkan menjadi langkah strategis untuk mewujudkan revitalisasi museum di Indonesia.

Dengan pencanangan ini, pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata mengharapkan adanya peningkatan kunjungan wisatawan domestik maupun turis asing ke berbagai museum yang ada di Indonesia. Di sisi lain, pencanangan Tahun Kunjungan Museum dapat pula meningkatkan kualitas pelayanan masyarakat sesuai fungsi museum itu sendiri.

Berbicara museum, ada baiknya kita melihat rujukan pada definisi yang diberikan International Council of Museums. Museum adalah institusi permanen yang melayani kebutuhan publik, dengan sifat terbuka, dengan cara melakukan usaha pengoleksian, mengonservasi, meriset, mengomunikasikan, dan memamerkan benda nyata kepada masyarakat untuk kebutuhan studi, pendidikan, dan kesenangan. Karena itu ia bisa menjadi bahan studi oleh kalangan akademis, dokumentasi kekhasan masyarakat tertentu, ataupun dokumentasi dan pemikiran imajinatif di masa depan.

Kondisi di lapangan menunjukkan, kunjungan masyarakat ke museum yang tersebar di berbagai kota di Indonesia belum menggembirakan, atau hanya 2 persen dari jumlah penduduk per tahun (Kompas, 16 April 2009).

Minimnya kunjungan disebabkan oleh banyak faktor. Thomas Haryonagoro (2009) menjelaskan, ada kesan di masyarakat selama ini yang kurang berpihak terhadap museum, di mana fasilitas ini dianggap tidak atraktif, tidak aspiratif, tidak menghibur, dan pengelolaan dilakukan seadanya. Keberadaan museum belum mampu menunjukkan nilai-nilai koleksi yang tersimpan kepada publik. Kondisi sumber daya manusia di museum pun memprihatinkan. Edukator (programmer) kurang profesional, kehumasan (public relation) lemah, kurang aktif. Pemasaran ataupun informasi tentang museum hanya seadanya dan cenderung stagnan. Kondisi ini diperparah pula dengan penyelenggara pariwisata yang kurang berpihak kepada museum. Museum dinilai belum menjadi destinasi yang potensial. Otonomi daerah pun menghambat konsolidasi pusat-daerah.

Saat ini jumlah museum di Indonesia tercatat 281 unit, dan diperkirakan akan terus bertambah. Museum tersebut antara lain tersebar di Jawa Tengah (41 museum), DKI Jakarta (62 museum), dan DI Yogyakarta (32 museum). Berdasarkan data dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (2009), jumlah kunjungan terhadap 80 museum di seluruh Indonesia setiap tahunnya mengalami penurunan. Pada tahun 2006, jumlah kunjungan ke museum mencapai 4.561.165, lalu turun menjadi 4.204.321 di tahun 2007, bahkan di tahun 2008 turun kembali menjadi 4.174.020 pengunjung. Keadaan semacam ini jelas mengindikasikan bahwa museum kurang diminati sebagai salah satu tujuan wisata.

Museum di Sumatera

Sejak bergulirnya otonomi daerah, kewenangan pengelolaan museum diserahkan ke daerah sesuai PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kota.

Palembang adalah salah satu kota di Sumatera yang banyak menyimpan benda-benda sejarah. Beberapa kalangan mengharapkan museum-museum di kota ini perlu diperbaiki dalam sistem pengelolaannya (Antara, 9 Januari 2010). Kurang terawatnya koleksi berharga, mutu fasilitas atau wahana penyimpanan menjadi permasalahan utama. Padahal jika ditelusuri, potensi museum di daerah yang merupakan pusat Kerajaan Sriwijaya itu dapat menjadi daya tarik tersendiri.

Ada beberapa museum terkenal di Palembang, antara lain Museum Balaputra Dewa (dikelola Pemprov/Dinas Pendidikan Sumsel), Museum Sultan Mahmud Badaruddin II (dikelola Pemkot Palembang), Museum Tekstil, Museum Sriwijaya di kompleks Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (dikelola Dinas Pendidikan Provinsi), dan Monumen Amanat Perjuangan Rakyat. Berbedanya pengelola tiap museum di Palembang juga berdampak pada mekanisme anggaran yang diperoleh atau diperuntukkan bagi perawatan tiap museum.

Dalam sebuah pemberitaan yang diturunkan kantor berita Antara edisi 9 Januari 2010, disebutkan bahwa beberapa museum di Palembang sangat memprihatinkan, seperti Museum Sriwijaya di kompleks TPKS, Museum Tekstil, dan Museum Balaputra Dewa. Museum Sriwijaya sering tidak beroperasi dan tutup. Kondisi sekitarnya nampak kotor serta kumuh. Koleksi Rumah Limas dan bangunan sekitar Museum Balaputra Dewa juga terlihat memerlukan perbaikan karena mulai keropos dimakan usia dan rayap. Kondisi penerangan lampu museum pada malam hari sangat kurang. Beberapa pengunjung museum membandingkannya dengan kondisi Museum Sultan Mahmud Badaruddin di dekat Benteng Kuto Besak (BKB), pinggiran Sungai Musi dan Monpera yang tidak berjauhan lokasinya. Kedua museum itu relatif banyak dikunjungi masyarakat, termasuk turis mancanegara.

Kondisi yang agak berbeda terlihat dari pengelolaan Museum Negeri Sumatera Utara. Sebagaimana hasil wawancara Inside Sumatera dengan Kepala Museum, Sri Hartini, (edisi Desember 2009), terlihat adanya upaya membangkitkan image baru pada museum tersebut. Tetapi “revolusi museum” tidaklah mudah. Pada awal perencanaan, ada kesulitan untuk meyakinkan pihak-pihak terkait, bahwa renovasi ruang dan display akan berakibat positif bagi jumlah kunjungan. Pembangunan museum tidak masuk dalam program utama pemerintah yang masih berkutat pada infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Keberlangsungan operasional Museum Negeri Sumut selama ini hanya karena adanya dana reguler yang memang tidak dialokasikan untuk wawasan permuseuman moderen.

Selain mampu merubah tampilan museum, perubahan persepsi terhadap pengelolaan museum juga menjadi penting. Hal ini juga yang dilakukan Sri Hartini. Paradigma lama yang selama ini menganggap pengelolaan museum dengan semata-mata berorientasi koleksi, selanjutnya perlu dikembangkan pula dengan orientasi publik.

Di Jambi, rendahnya kunjungan wisata ke museum sebagai pusat wisata sejarah lebih banyak dipengaruhi kurangnya kegiatan rekreasi yang digelar di arena museum. Masyarakat Jambi cenderung enggan berkunjung ke museum kalau hanya untuk melihat-lihat benda-benda bersejarah yang dinilai hanya barang kuno (Radesman Saragih: Suara Pembaruan, 7 Nopember 2009). Salah satu terobosan penting yang dilakukan oleh pihak pengelola untuk menstimulus jumlah pengunjung--baik pihak Museum Negeri Jambi dan Museum Perjuangan Rakyat Jambi--adalah terus menggencarkan berbagai kegiatan rekreasi, seni, budaya, dan pendidikan di arena museum. Sasaran utama kegiatan tersebut umumnya anak-anak dan remaja.

Terobosan-terobosan semacam ini menjadi penting dalam menggairahkan kunjungan ke museum. Tetapi selain itu, sesungguhnya kita perlu juga mengadaptasi penggunaan teknologi permuseuman yang lebih maju. Misalnya dengan pemanfaatan visualisasi dan animasi bantuan teknologi informasi. Kecanggihan teknologi informasi dapat memopulerkan dan mengomunikasikan museum di jaringan maya. Melalui jaringan itu, museum dan koleksinya mampu menjadi obyek pengetahuan, data, dan wahana tukar-menukar informasi secara lebih luas.

Konsep museum virtual sendiri telah diperkenalkan sejak 1993 oleh Museum of Computer Art (MOCA) yang pada saat itu dipimpin oleh Don Archer. Museum virtual ini merupakan sebuah lembaga nirlaba di bawah Departemen Pendidikan Negara Bagian New York (AS), dan sejak saat itu muncullah virtual museum lainnya.

Sebenarnya konsep museum virtual cukup sederhana, yaitu sebuah halaman dan bagian dari rumah (web) di internet yang sifatnya online dengan memasukkan segala informasi yang selama ini diperoleh melalui museum dengan berkunjung langsung ke lokasi yang kemudian dipindahkan ke lembaran halaman virtual. Di beberapa negara, museum virtual cukup membantu meningkatkan minat mahasiswa dan pelajar untuk studi koleksi museum tersebut.

Langkah Sukses New Brand 2010

Di tengah-tengah kondisi saat ini, di mana keberpihakan terhadap museum mulai kembali diperlihatkan oleh pemerintah, maka setiap potensi museum di Sumatera perlu segera diinventarisasikan. Hal ini merupakan langkah awal atau bisa juga dikatakan sebagai langkah pertama dalam sukses Tahun Kunjungan Museum 2010.

Pendataan kembali museum-museum dan koleksinya penting untuk melihat sejauh mana karakteristik yang dimiliki oleh daerah tersebut. Pendataan pun berfungsi untuk mengetahui kelengkapan koleksi yang dipunyai sesuai dengan daftar inventarisasi, apakah keadaanya terawat atau mulai mengalami kerusakan. Setelah melakukan inventarisasi, langkah berikutnya adalah “pembangunan kembali” museum dengan paradigma baru. Yang dimaksud pembangunan di sini bukanlah pembangunan gedung baru. Hal ini dapat mencontoh keberhasilan yang dilakukan oleh Museum Negeri Sumatera Utara. Paradigma baru itu adalah orientasi yang lebih besar kepada pelayanan publik, di samping pengoptimalan moderenisasi permuseuman sehingga layak kunjung.

Sedangkan dari sisi marketing, terobosan yang bisa dilakukan museum daerah antara lain, kerja sama dengan pihak-pihak seperti Dinas Pendidikan Nasional, Dinas Pariwisata, dan media massa untuk menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang berpusat di museum, mengaktifkan kembali study tour ke museum-museum sebagai wisata edukasi, pemasaran museum melalui blog atau web, mempersiapkan diri secara matang bila ikut pameran, dan seterusnya. Seluruh kegiatan itu harus mampu mengubah citra museum yang tua, kuno, kumuh dan tidak cozy.

Tentu ada banyak lagi terobosan-terobosan yang bisa dilakukan oleh pihak pengelola museum. Mengingat program Tahun Kunjungan Museum 2010 sebagai “jualan” pokok pariwisata Indonesia, maka dukungan dari pemerintah daerah menjadi penting. Semoga tahun 2010 ini menjadi awal yang baik untuk mengembalikan museum kita sebagai khasanah yang bernilai edukasi yang bermanfaat untuk pemartabatan pengetahuan dan jati diri anak bangsa di tengah pengaruh global

Penulis : Prakoso Bhairawa Putera, Peneliti Muda Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta

READ MORE - Museum Kita dalam Optimisme New Brand Visit 2010

BISKOM Edisi Juni 2010

Selasa, 15 Juni 2010

Majalah BISKOM kali ini menampilkan Direktur Jenderal Aplikasi dan Telematika Kementerian Kominfo, Ashwin Sasongko, (Terima kasih kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika yang turut mendukung Majalah BISKOM).

Dalam kesempatan ini, kami sekaligus menawarkan kepada seluruh pembaca untuk bekerjasama saling menguntungkan dengan Majalah BISKOM, baik berupa pengiriman artikel TI, mengadakan seminar, workshop dan pameran serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan dunia TI.

Topik menarik Majalah BISKOM Edisi Juni 2010 diantaranya:

• COVER STORY: Ashwin Sasongko, INAICTA 2010 Konsen Pada Teknologi Hijau

• FIGURE:
* Irfan Setiaputra, Perisalah, Software Buatan Indonesia
* Tatang A. Taufik, e-Voting Tergantung e-KTP
* Sunil Chava, Cloud Computing Booming di Indonesia

• HEADLINE:
* Menuju E- VOTING 2014
* Regulasi & Aturan Dalam Pemilu

• FOCUS:
* Mengekor Sang Fenomenal, iPad
* Dari Vendor Terkenal Hingga Pemain Baru
* Keterbukaan Informasi Publik
* Indonesia Siap Migrasi IPv6

• BROWSING:
* Web Berkarakter Arab Resmi Tampil
* Symantec Rilis AntiVirus 2011 Untuk Facebook
* Game 3D Booming Pada 2012

• INSPIRATION:
* Atang Setiawan: Globalisasi dan Cyber Crime
* Dirgayuza Setiawan: Keterbukaan Informasi Publik Kunci Dari ”Government 2.0” di Australia
* Bob Julius Onggo: Dicari Lowongan: TWEETOLOGIST
* Iwan Eka Setiawan: Teknologi Untuk Budidaya Sidat di Indonesia
* Prakoso Bhairawa Putera: E-Tourism Dalam Visit Indonesia Year 2010

• REVIEW & CELLULAR:
* Canon LV Projector
* HP Vivienne Tam
* MSI GT40 dan GT740
* Samsung Galaxy S i9000
* SONY ERICSSON J20i
READ MORE - BISKOM Edisi Juni 2010

Kepedulian Soekarno pada Kemelaratan

"Anak Belanda tidak pernah bermain dengan anak bumiputra. Mereka orang Barat yang putih seperti salju asli yang baik dan mereka memandang rendah kepadaku karena aku anak bumiputra atau inlander."

Pengalaman pahit ini dialami Bung Karno ketika bersekolah di Europeese Logere School. Kebencian Sang Putra Fajar terhadap sikap anak-anak Belanda yang terlalu meremehkan anak pribumi makin lama makin berkembang. Hal itu memengaruhi jiwa dan alam pikirannya untuk membenci penjajah Belanda. Bagi Bung Karno pribadi, itu penghinaan yang begitu menyakitkan.

Sejak saat itu ia bertekad untuk menuntut pengakuan atas bangsa dan memulihkan harga diri sendiri serta rakyatnya yang kemudian menjadi pendorong bagi setiap tindakannya. Sosok proklamator dan presiden pertama Republik Indonesia (RI) ini harus melewati masa-masa sulit pada awal kehidupan.

Bung Karno dilahirkan pada 6 Juni 1901 di Blitar. Nama kelahirannya Kusno. Tapi, karena sakit-sakitan, maka sang ayah mengganti namanya menjadi Soekarno. Hal ini diungkapkan dalam buku Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia karya Cindy Adams. Karno adalah salah seorang pahlawan terbesar dalam cerita Mahabharata.

Terlepas dari itu semua, Bung Karno sangat memperhatikan orang miskin. Kemelaratan dan kemiskinan orang lain tidak luput dari perhatiannya. Sikap inilah yang menjadi energi penggerak bagi Bung Karno untuk memperjuangkan serta membela nasib rakyat miskin.

Bung Karno dengan lantangnya mengutuk segala bentuk kolonialisme dan kapitalisme. Dalam pandangannya, kedua hal tersebut akan melahirkan struktur masyarakat eksploitatif yang bermuara pada imperialisme, baik imperialisme politik maupun imperialisme ekonomi. Bagi Bung Karno, kolonialisme, kapitalisme, dan imperialisme merupakan tantangan besar bagi setiap orang Indonesia yang menghendaki kemerdekaan.

Di sisi lain, putra pasangan Raden Sukemi Sastrodiharjo dan Ida Ayu Nyoman Rai ini juga sangat membenci elitisme. Elitisme mendorong sekelompok orang merasa diri memiliki status sosial-politik lebih tinggi daripada orang lain. Elitisme bisa dipraktikkan oleh orang-orang pribumi terhadap bangsanya sendiri. Jika ini dibiarkan, akan terjadi perpecahan di antara kelompok masyarakat. Sistem kolonial dan sikap-sikap imperialisme pun akan lestari di bumi Indonesia.

Kematangan pola pikir Bung Karno makin terlihat jelas dengan bertambahnya usia. Ketertarikannya pada dunia politik untuk memperjuangkan semua rasa keterkurungan rakyat makin besar. Di rumah HOS Cokroaminoto, Bung Karno menggali semuanya. Di rumah pimpinan Sarikat Islam inilah ia mendapatkan pengalaman pertama mengenai gairah kebangsaan dan energi politik, yang kemudian rakyat dipersiapkan untuk melawan pemerintah kolonial secara terorganisasi.

Permainan politiknya pada era kebangkitan nasional membawa Bung Karno harus keluar-masuk penjara dan ia harus dibuang ke tempat-tempat terpencil karena sikap arogannya terhadap pemerintah kolonial. Sebagai tokoh pergerakan, dinding penjara dan penderitaan di pembuangan tidak melumpuhkan daya juangnya. Pada waktu menghadapi kesulitan, Bung Karno selalu mengatakan kepada dirinya sendiri, "Soekarno, kesakitan yang kau rasakan sekarang hanyalah kerikil di jalan raya menuju kemerdekaan. Langkahilah dia, kalau engkau jatuh karenanya, berdirilah engkau kembali dan terus berjalan."

Bung Karno berusaha untuk membuat bangsa Indonesia sama tinggi dan setara di dunia internasional. Ia pun mempersatukan semua suku bangsa menjadi satu bangsa: bangsa Indonesia. Kemudian Bung Karno mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) yang membawa misi menyatukan seluruh rakyat Indonesia dengan tidak membedakan suku dan sebagainya dalam satu kekuatan yang mahahebat. Bung Karno, melalui partainya, mewadahi perjuangan rakyat Indonesia untuk mencapai cita-cita, yaitu tercapainya Indonesia merdeka secepat mungkin.

Dalam partainya Bung Karno mengedepankan paham kebangsaan yang benar dan mendalam. Ia ingin agar bangsa kita tetap menjadi subjek demokrasi, sehingga sumber daya politik dan ekonomi bisa dinikmati rakyat secara merata. Untuk mengembangkan partai yang didirikannya, Bung Karno mencetuskan ide tentang paham marhaenisme yang di dalamnya merupakan sintesis dari ajaran marxisme.

Marhaenisme mempunyai dasar sosiodemokrasi dan sosionasionalisme yang kuat. Sosiodemokrasi berusaha mencapai kesamaan yang berdasarkan gotong royong, sedangkan sosionasionalisme berupaya menanamkan asas kebangsaan yang berkemanusiaan. Tujuannya adalah mengangkat derajat manusia Indonesia dan menentang pengisapan tenaga seseorang oleh orang lain.

Kedatangan Jepang membawa perubahan dalam mentalitas rakyat menghadapi penjajah. Kekuatan bangsa Eropa selama tiga setengah abad di Indonesia lenyap dipukul mundur oleh Jepang.

Namun, penjajah tetaplah penjajah. Kekejaman Jepang makin menyadarkan rakyat akan pentingnya kemerdekaan. Di satu sisi ternyata Jepang berkata lain, harapan akan kemerdekaan yang diimpikan rakyat coba dihadirkan di tengah-tengah bangsa Indonesia, yang tujuannya untuk menarik simpati. Bung Karno sebagai tokoh berpengaruh bersama Mohammad Hatta dan Ki Hajar Dewantara ditunjuk Jepang untuk memimpin Pusat Tenaga Rakyat (PUTERA) yang dibentuk untuk mengerahkan kekuatan rakyat guna membantu perang Jepang.

Kehadiran Jepang di Indonesia tidak berlangsung lama. Peristiwa Nagasaki dan Hiroshima membawa dampak baik bagi Indonesia. Setelah melalui pergulatan panjang dalam pencapaian kemerdekaan, akhirnya pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Bung Karno bersama Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Keinginan rakyat untuk bebas dari belenggu penjajahan dan merdeka tercapai. Bung Karno sendiri kemudian diangkat menjadi Presiden Republik Indonesia pertama.

Bung Karno merupakan figur yang mampu mempersatukan berbagai kelompok dan aliran politik. Sebagai seorang pemimpin bangsa, Bung Karno selalu menjaga keseimbangan di antara kekuatan-kekuatan politik yang ada. Penempatan semangat kebangsaan dan penderitaan rakyat setidaknya telah menjadi bagian dari diri Bung Karno dalam pencapaian tujuan Indonesia merdeka. Pengalaman pahit menghadapi penjajah Belanda dan Jepang adalah sumber utama bagi Bung Karno untuk membawa Indonesia menjadi anti-Barat di kemudian hari.

Sayang sekali, inisiatif-inisiatif diplomasi Bung Karno terhenti di tengah jalan bersama usia tuanya dan kehidupan bangsanya sendiri. Sang Putra Fajar memang telah tiada, tetapi kita beruntung memiliki seseorang yang mampu memanifestasi hasrat rakyat Indonesia untuk menjadi bangsa yang merdeka dan setara di mata dunia internasional. Dan, di Blitar-lah Bung Karno beristirahat.

"Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta! Masa yang lampau adalah berguna sekali untuk menjadi kacamata benggalanya daripada masa yang akan datang" (Pidato 17 Agustus 1965). "Karena itu, segenap jiwa ragaku berseru kepada bangsaku Indonesia: Terlepas dari perbedaan apa pun, jagalah persatuan, jagalah kesatuan, jagalah keutuhan!" (Pidato 17 Agustus 1966)***

Oleh: Prakoso Bhairawa Putera, Penulis adalah Peneliti LIPI

Publikasi di Suara Karya, 2 Juni 2010
READ MORE - Kepedulian Soekarno pada Kemelaratan

 
 
 

BERGABUNG DENGAN BLOG INI

PENJAGA LAMAN

Foto Saya
prakoso bhairawa
Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia memiliki nama pena KOKO P. BHAIRAWA. Duta Bahasa tingkat Nasional (2006) ini kerap menulis di berbagai media cetak Nasional dan Daerah. Buku-bukunya: Megat Merai Kandis (2005), La Runduma (2005), Ode Kampung (2006), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), Teen World: Ortu Kenapa Sih? (2006). Asal Mula Bukit Batu Bekuray (2007), Medan Puisi (2007), 142 Penyair Menuju Bulan (2007), Ronas dan Telur Emas (2008), Tanah Pilih (2008), Putri Bunga Melur (2008), Aku Lelah Menjadi Cantik (2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Cerita Rakyat dari Palembang (2009), Wajah Deportan (2009), Pendekar Bujang Senaya (2010), Ayo Ngeblog: Cara Praktis jadi Blogger (2010), dan Membaca dan Memahami Cerpen (2010). Tahun 2009 menjadi Nominator Penulis Muda Berbakat – Khatulistiwa Literary Award. Saat ini tercatat sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Beralamat di koko_p_bhairawa@yahoo.co.id, atau di prak001@lipi.go.id
Lihat profil lengkapku