SUDAH PINDAH RUMAH -> ADA KOKO

Majalah Biskom Edisi September 2009

Selasa, 22 September 2009

Majalah BISKOM kali ini menampilkan Kabareskrim Mabes Polri, Komjen. Pol.Susno Duadji (Terima kasih kepada Bareskrim Mabes Polri dan staff yang turut mendukung Majalah BISKOM).

Dalam kesempatan ini, kami sekaligus menawarkan kepada seluruh pembaca untuk bekerjasama saling menguntungkan dengan Majalah BISKOM, baik berupa pengiriman artikel TI, mengadakan seminar, workshop dan pameran serta kegiatan-kegiatan lainnya yang berkaitan dengan dunia TI.

Topik menarik Majalah BISKOM Edisi September 2009 diantaranya:

• COVER STORY: Komjen. Pol. Susno Duadji, Kabareskrim Mabes Polri, “Tingkatkan Profesionalisme Dengan TI”

• FIGURE:
- Head of Community Sales Mobile-8, Reginald Ariyanto, Dengan Mobi, Konten Negatif Akan Terblokir
- Direktur Utama PT BKI, Muchtar Ali, TI Kurangi Pekerjaan Dengan Kertas

HEADLINE:
- Berantas Teroris Dengan TI
- Para Perintis TI Indonesia


FOCUS:
- Eddy Liew, Perintis Bisnis PC Pertama
- 8 Perusahaan Wujudkan Internet Murah
- Operator Manjakan Pelanggan Selama Ramadhan & Idul Fitri
- Jaringan Telekomunikasi Terganggu Gempa
- BlackBerry Ditenggat, Versi Lain Siap Banjiri Pasar
- 12 Kecamatan Tak Terakses Internet


BROWSING:
- Nokia Setia Pada Symbian
- Opera Mobile Dukung Android
- Hacker Jenius Bobol 130 Juta Kartu Kredit
- Yahoo Baru Lebih Personal


INSPIRATION:
- Heru Sutadi: Blog Nordin M. Top dan Pemanfaatan TI dalam Terorisme
- I Made Wiryana: Log Untuk Keamanan dan Akuntabilitas Sistem
- Prakoso Bhairawa Putera S: SMS dan Komunikasi Publik
- Dirgayuza Setiawan: Kiat Jitu Menularkan Ilmu TIK
- Arli Aditya Parikesit: Pendekatan Multi Disiplin Untuk Penggunaan OSS
- Muhamad Jafar Elly: Kemandirian Bangsa Dalam Perspektif TI


REVIEW & CELLULAR:
- Samsung GT-C6625 Valencia
- HTC Touch 3G
- Nokia 6600i Slide
- Dell Studio XPS
- Canon Pixma MX328
- Olympus mju9000
- Advan G2T-64S
- Kingston SSDNow V+


Dapatkan Majalah BISKOM di Toko Buku Gramedia dan Gunung Agung atau berlangganan melalui Bagian Sirkulasi Majalah BISKOM. Untuk review, ujicoba, update harga produk dan kegiatan perusahaan Anda, hubungi redaksi[at]biskom.web.id
READ MORE - Majalah Biskom Edisi September 2009

Pencipta Lagu Kebangsaan Singapura Ternyata Orang Minang

Jumat, 18 September 2009

TAHUKAH KITA bahwa pencipta lagu kebangsaan Singapura merupakan orang Minang,..berikut hasil penelusuran dari blog salah satu rekan,...

PESERTA PELATIHAN MEDIA CORP ASAL Indonesia terperangah dengan penjelasan Menteri Negara Senior Urusan Luar Negeri Singapura, Zainul Abidin Rasheed. Di tengah kunjungan peserta pelatihan ke Istana Kampong Gelam Singapura, Senin, Zainul yang berdiri di samping sebuah patung manusia menjelaskan asal-usul patung tersebut. Menurut Zainul, itulah patung Zubir Said, pencipta lagu kebangsaan Singapura yang berasal dari Indonesia (Minang).

Kantor berita Antara, sayangnya tak menjelaskan bagaimana keterkejutan para peserta pelatihan asal Indonesia mendengar penjelasan Zainul itu kecuali hanya mengutip pernyataan Zainul. Menurut Zainul, Zubir Said telah memberikan kontribusi yang sangat berarti atau fundamental bagi Singapura yang didiami warga negara dari multi bangsa.

Bagi sebagian orang termasuk para peserta pelatihan itu, informasi Zainul mungkin memang mengejutkan meskipun berita itu sudah lama diketahui oleh sebagian yang lain. Dua tahun lalu, dalam acara yang sama yang juga mengundang peserta dari Indonesia, Zainul sebetulnya juga sudah menjelaskan hal serupa. Namun penjelasan Zainul tak terlalu menarik perhatian orang, rupanya, hingga muncul berita seperti di Antara pada 12 Mei 2008.


Siapa Zubir Said? Lahir di Bukit Tinggi pada 22 Juli 1907, Zubir adalah anak dari Mohamad Said bin Sanang. Zubir baru berusia 7 tahun ketika ibunya meninggal dunia. Saudaranya berjumlah delapan; 3 laki-laki dan 5 perempuan. Sejak masa kanak, bakat Zubir bermain musik sudah terlihat ketika dia misalnya diketahui sangat piawai memainkan suling, gitar dan drum. Tak ada yang mengajari Zubir melainkan semuanya merupakakan bakat alam.

Sebelum merantau ke (pulau) Singapura pada 1928, Zubir diketahui pernah bersekolah di Belanda. Panggilan hatinya untuk bermusik, membuatnya meninggalkan Belanda meskipun pilihannya itu ditentang oleh sang ayah. Di Singapura, dia bergabung dengan Grup Bangsawan, sebuah kelompok opera yang para pemainnya berasal dari bangsa Melayu.

Di kelompok itu Zubir tak bertahan lama, karena dia kemudian memutuskan bekerja untuk perusahaan rekaman His Master’s Voice pada 1936. Di perusahaan itulah, Zubir bertemu dengan Tarminah Kario Wikromo, perempuan Jawa yang dikenal sebagai penyanyi keroncong yang pada 1938 dipinangnya sebagai istri.

Zubir sebetulnya sempat pulang dan menetap kembali di Bukit Tinggi setelah menikah. Dia baru kembali ke Singapura pada 1941 dan terus menetap di sana hingga meninggal pada 1987. Masa kedua kehidupannya di Singapura, dia lewatkan dengan bekerja pada surat kabar Utusan Melayu sebagai fotografer dan penulis paruh waktu. Tujuannya semata agar dia punya kesempatan lebih banyak untuk bermain musik dan menuliskannya di surat kabar.

Karir musik Zubir mulai mentereng ketika pada 1957, untuk kali pertama karya musiknya dipentaskan untuk umum di Victoria Teater. Pada tahun berikutnya, Dewan Kota Singapura menetapkan salah satu komposisi Zubir sebagai lagu resmi kota Singapura. Lagu berjudul Majulah Singapura itulah yang belakangan kemudian ditetapkan menjadi lagu kebangsaan Singapura ketika negara itu merdeka pada 9 Agustus 1965.

Sebelum kemerdekaan Singapura itu, Zubir sudah mencipta beberapa lagu termasuk untuk soundtrack film yang dibuat oleh Cathay Keris. Salah satu lagu yang dibuat Zubir untuk film Dang Anom bahkan memenangi penghargaan Festival Film Asia ke-9 di Seoul, Korea Selatan pada 1962. Beberapa komposer dan pengamat musik menilai karya Zubir sebagai lagu Melayu yang sebenarnya karena musiknya banyak berkaitan dengan sejarah dan nilai-nilai Melayu terutama Minang dan membangkitkan semangat kebangsaan pada 1950.

Sebelum penyakit kuning menderanya hingga dia meninggal pada 16 November 1987, Zubir diketahui telah membuat karya musik hingga 1.500 judul. Lagu-lagu itu belum seluruhnya dipublikasikan karena Zubir terlalu serius mengajar seniman-seniman muda tentang seni musik daripada mengurusi rekaman lagu-lagunya. Lagu-lagu ciptaan Zubir yang terkenal antara lain, Sang Rembulan, Sayang Disayang, Cinta, Selamat Berjumpa Lagi, Nasib Malang, Anak Daro, Setangkai Kembang Melati, dan Kumang dan Rama-Rama. Sejak 2003, pemerintah Singapura merenovasi Istana Kampong Gelam.

Itulah istana peninggalan Sultan Ali, anak Sultan Hussein Shah dari Kesultanan Johor-Riau, yang dibuat pada lebih kurang 167 tahun silam. Sebelum diresmikan sebagai museum dan dibuka untuk umum pada 4 Juni 2005, renovasi istana menelan Sin $ 17 juta. Zainul adalah wakil ketua Yayasan Warisan Malaysia yang antara lain membawahi Istana Kampong Gelam. Istana yang terletak di Taman Warisan Melayu Singapura itulah, antara lain dipajang patung Zubir Said.

Setiap tahun, Singapura mengundang para wartawan termasuk dari Indonesia untuk mengunjungi istana tersebut tapi rupanya wartawan dari Indonesia yang kali ini datang ke sana, baru kali ini tahu bahwa pencipta lagu kebangsaan Singapura Majulah Singapura adalah Zubir Said, orang Indonesia berdarah Minang. Belum ada penjelasan, apakah Zubir meninggal sebagai warga negara Singapura, atau tetap berkebangsaan Indonesia.

Sumber : http://www.invisibleman0595.co.cc
READ MORE - Pencipta Lagu Kebangsaan Singapura Ternyata Orang Minang

Pengemis dan Pola Urban

Senin, 14 September 2009

Oleh Prakoso Bhairawa Putera S.

BULAN Ramadan merupakan bulan berjuta ampunan, sehingga setiap Muslim begitu mudah mengeluarkan lembaran uang dari kantong untuk mereka yang membutuhkan. Tradisi ini pun ternyata menjadi peluang baru bagi para pengemis yang ketika mendekati dan berada di bulan Ramadan ramai berderetan di masjid-masjid ataupun pusat perbelanjaan. Dalil pengemis "musiman" sepertinya jawaban awal mengenai fenomena yang muncul tidak hanya di kota Bandung, namun hampir di setiap kota metropolitan.

Tidak dapat dimungkiri, pertumbuhan penduduk di perkotaan di satu sisi menyebabkan pertumbuhan penduduk perdesaan mengalami stagnasi dan bahkan terdapat kecenderungan menurun. Hal ini juga menunjukkan adanya perubahan masyarakat perdesaan yang telah menjadi perkotaan. Data menunjukkan bahwa laju pertumbuhan penduduk di perkotaan jauh di atas laju pertumbuhan penduduk di daerah perdesaan. Pada tahun 1990, persentase penduduk perkotaan baru mencapai 31 persen dari total penduduk Indonesia. Namun, tahun 2000 telah mencapai 42 persen, dan diproyeksikan pada 2025, keadaannya berbalik, yaitu perkotaan berpenduduk 57 persen dan perdesaan 43 persen. Hal ini juga ditunjukkan dengan perbandingan kecepatan pertumbuhan penduduk perkotaan dan perdesaan yang semakin besar, yaitu dari 6:1 menjadi 14:1.

Perkembangan urban di Indonesia perlu diamati secara serius. Banyak studi memperlihatkan bahwa tingkat konsentrasi penduduk di kota-kota besar telah berkembang dengan pesat. Studi yang dilakukan Warner Ruts tahun 1987 menunjukkan bahwa jumlah kota-kota kecil (<100 style="font-style: italic;">Penulis, "civitas" Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia

dimuat di PIKIRAN RAKYAT, edisi 14 September 2009
READ MORE - Pengemis dan Pola Urban

Pengembangan Daerah Berbasis Kemandirian

Minggu, 13 September 2009

PEMBANGUNAN yang dilakukan negara-negara berkembang secara umum merupakan suatu proses kegiatan yang direncanakan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan modernisasi bangsa untuk mencapai peningkatan kualitas hidup manusia dan kesejahteraan rakyat (diadaptasi dari Agus Suryono: 2001).

Bertitik tolak dengan hal tersebut maka pembangunan dimaknai sebagai proses perubahan sosial menuju ketataran kehidupan masyarakat yang lebih baik; selain itu juga pembangunan dapat dikatakan sebagai upaya manusia yang sadar, terencana dan melembaga; Sebagai proses sosial yang bebas nilai (value free); Memperoleh sifat dan konsep transendental, sebagai meta-diciplinary phenomenon, bahkan memperoleh bentuk sebagai ideologi (the idology of develommentalism); Sebagai konsep yang sarat nilai (value loaded), menyangkut proses pencapaian nilai yang dianut suatu bangsa secara makin meningkat; Pembangunan menjadi culture specific, situation specific dan time specific (Tjokrowinoto : 1987)

Pembangunan seharusnya merupakan suatu proses yang saling terkait antara proses pertumbuhan ekonomi, perubahan sosial dan demokrasi politik yang terjadi dalam lingkaran sebab akibat kumulatif (circular cumulative causation) (Myrdal, 1956, dari Agus Suryono, 2001)

Dalam pelaksanaan pembangunan di negara-negara berkembang tidak terlepas pula dari teori-teori pembangunan yang dipergunakan sebagai acuan dalam perencanaan, pelaksanaan maupun menilai dan mengukur kinerjanya. Teori pembangunan yang diterapkan adalah teori pembangunan yang berusaha memecahkan masalah yang dihadapi oleh negara-negara yang sedang berkembang yang tentunya berbeda dengan teori pembangunan di negara yang telah maju, karena berbagai faktor yang mempengaruhi, salah satunya misalnya untuk negara miskin (sedang berkembang) menghadapi persoalan bagaimana mempertahankan hidup (survival) sedangkan di negara yang sudah maju (adi kuasa) yang telah mencapai kemapanan sosial ekonominya (establish) persoalan yang dipikirkan adalah bagaimana mengembangkan politik prestisenya atau bahkan bagaimana benar-benar menjadi “polisi dunia” dalam semua aspek kehidupan baik politik, ekonomi, sosial budaya, ilmu pengetahuan, teknologi, maupun militer dari bangsa-bangsa di dunia (diadaptasi dari Agus Suryono: 2001).

Krisis ekonomi 1998 ditenggarai merusak sendi-sendi perekonomian nasional, ditandai dengan hancurnya kepercayaan terhadap perbankan Indonesia yang disebabkan penarikan dana secara besar-besaran oleh deposan yang kemudian diikuti pelarian modal ke luar negeri. Pada kondisi ini beberapa perusahaan nasional mengalami bangkrut akibat hutang yang semakin bertambah. Hampir semua kegiatan usaha mengalami kemandegkan, karena tingkat suku bunga mencapai 70%. Belum lagi ditambah permasalahan naiknya nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika yang mencapai 500% (Kompas, 8 September 2004).

Akibat pelarian modal keluar negeri, cadangan devisa negara menyusut secara drastis. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negar mengalami defisit yang besar dan tidak mungkin dibiayai oleh kemampuan sendiri, karena hurang negara dan obligasi semakin membengkak. Hilangnya kepercayaan membuat harga saham di pasar modal turun tajam, sehingga menimbulkan kerugian besar masyarakat dan inverstor.

Pengangguran melonjak karena angkatan kerja semakin bertambah, sedangkan ekonomi nasional mengalami kebekuan. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal tidak dapat dihindari. Tetapi dibalik permasalahn tersebut, justru sektor Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM) lah yang dapat bertahan. Berkat keuletan dan kemampuannya, UMKM telah membantu perekonomian bangsa baik di masa krisis maupun di masa pemulihan perekonomian Indonesia.

Menurut R. Maulana Ibrahim, ada empat aspek peranan yang dimiliki UMKM saat itu. Pertama, jumlah industrinya yang besar yaitu mencapai 42,3 juta unit usaha atau 90,9% dari total unit usaha dan terdapat dalam setiap sektor ekonomi (BPS, 2003). Kedua, potensinya yang sangat besar dalam penyerapan tenaga kerja yang mencapai 78,0 juta tenaga kerja atau 99,4% dari total angkatan kerja. Ketiga, kontribusi UMKM dalam pembentukkan PDB cukup signifikan yakni sebesar 56,7% dari total PDB. Keempat, memiliki sumbangan kepada devisa negara dengan nilai ekspor mencapai Rp 75,8 triliun atau 19,9% dari total nilai ekspor Indonesia.

Menyimak besarnya potensi tersebut, sektor usaha mikro telah mendudukan dirinya dalam posisi dan peran yang sangat strategis dalam perekonomian Indonesia. Ternyata peranan usaha mikro semakin dituntut untuk bisa menopang perekonomian daerah, dimana dengan pemberlakuan UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, yang kemudian direvisi menjadi UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004 memberikan ruang bagi usaha ini untuk bisa menjadi salah satu ujung tombak sumber pendapatan bagi daerah. Namun walau demikian, keberhasilan untuk bertahan dalam masa krisis tidak serta merta menjadikan sektor ini mampu berkembang dengan baik. Banyak faktor yang mempengaruhi lambannya perkembangan usaha tersebut, antara lain perhatian dari pemerintah dan kalangan perbankan yang dirasakan masih kurang terutama dalam upaya pembiayaan, pengembangan, dan juga pendanaan kepada sektor ini.

Seiring perjalanan, ternyata kehadiran pemerintahan yang semakin berpihak kepada sektor Mikro untuk dapat mengatasi kemiskinan dan pengangguran terlebih untuk daerah-daerah pemekaran. Melihat hal ini semua, mau tidak mau pemberdayaan usaha mikro untuk menopang pembangunan daerah harus menjadi hal yang utama untuk dilakukan.

Permasalahan yang Timbul

Sesuai dengan kebijakan pemerintah untuk memberdayakan sektor usaha mikro agar menjadi lebih efisien, produktif dan berdaya saing menjadi sangat penting, terutama dalam usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah-daerah pemekaran (baru). Ternyata di satu sisi masih mempunyai permasalahan yang signifikan.

Permasalahan tersebut terdapat pada kendala-kendala bagi usaha mikro dalam pertumbuhan dan perkembangannya menuju usaha yang lebih besar, maju, dan mampu berkompetisi di pasar global, yaitu;

Pertama, dari Aspek Permodalan Usaha, termasuk diantaranya; modal dari pihak luar (bank) sangat kecil. Hal ini berkaitan dengan persyaratan untuk memperoleh modal sulit dipenuhi oleh pengusaha yang kebanyakan bergerak di sektor informal, tingkat pengembalian pinjaman relatif rendah dan terbatasnya kemampuan untuk menghimpun dana dengan kemampuan sendiri. Permasalah ini lebih disebabkan masih adanya persepsi keliru dari pihak pemberi dana, yang menganggap Usaha Mikro sebagai debitur yang “merepotkan”, berisiko tinggi dan kurang menguntungkan serta menimbulkan biaya overhead yang cukup besar untuk melayaninya. Persepsi ini timbul karena terbatasnya pemahaman pada sebagian besar bank mengenai karakteristik Usaha Mikro. Selain itu, orientasi bank selama ini yang terfokus kepada segmen korporat yang berakibat pada minimnya Sumberdaya Manusia yang kompeten dalam menangani debitur Usaha Mikro. Di sisi lain, jaringan kantor bank juga masih terbatas baik dalam jumlah maupun penyebarannya sehingga sulit menjangkau sentra-sentra pengusaha mikro di pelosok daerah.

Aspek kedua adalah menyangkut Pemasaran dan Distribusi Produk. Sistem pengelolaan yang masih sederhana, masih tergantung figure dari pada sistem manajerial yang baik, jika ada peluang besar kemampuan untuk mengisi terbatas, belum dimanfaatkannya teknologi informasi dalam pemasaran.

Ketiga adalah Aspek Sumberdaya Manusia sendiri, yang mencakup diantaranya kualitas sumberdaya manusia yang masih sangat rendah, tingkat profesional yang masih rendah, belum menggunakan teknologi informasi secara maksimal, belum dimanfaatkannya bentuk kerjasama seperti: korporasi, perusahaan terbatas secara intensif. Dengan adanya keterbatasan kemampuan sumberdaya manusia inilah yang menyebabkan perbankan sulit menyelesaikan persyaratan administratif. Pada dunia perbankan untuk dapat mengakses kredit, usaha mikro harus mempunyai pembukuan yang jelas sehingga perbankan dapat dengan jelas mengetahui informasi mengenai usaha dan prospeknya. Tetapi pada umumnya hal ini tidak dimiliki oleh usaha mikro.

Mengingat proposi perannya yang begitu besar dan menyangkut banyak tenaga kerja yang terlibat dalam usaha tersebut, oleh karena itu pemerintah berusaha mencarai best pratices pengembangan dan penyelenggaraan lembaga dan sistem pembiayaan usaha mikro yang dikembangkan melalui berbagai pendekatan.

Pemberdayaan Usaha Mikro

Pemberdayaan adalah kata yang mulai dikenal pada tahun 1970-an dan lebih terkenal lagi di era 1990-an. Kata itu terus bergema baik di surat kabar, pada diskusi atau seminar mengenai pembangunan. Pemberdayaan jika ditelaah dari tujuannya berusaha untuk membuat seseorang atau kelompok menjadi lebih mengetahui potensi dan kendala yang dimiliki kemudian menjadikan sebagai dasar tindakan atau aksi memperbaiki hidup.

Pemberdayaan merupakan sebuah konsep dimana adanya kemampuan untuk menganalisis permasalahan dan potensi serta diimplementasikan dalam rangka memperbaiki hidup. Pemberdayaan akan mengakibatkan proses perubahan sosial yang memungkinkan suatu kondisi menjadi lebih berdaya dalam menjalani hidupnya. Di sini masyarakat yang diberdayakan jadi paham betul mengenai kondisi lingkungan sekitarnya dan dirinya sendiri. Mereka bertindak dalam rangka untuk memenuhi kebutuhannya sendiri dengan menyadari terlebih dahulu kekuatan yang ada pada diri dan lingkungannya.

Dengan memperhatikan indikasi permasalahan, maka perbaikan sektor usaha mikro pada dasarnya bertujuan untuk penataan peranan usaha mikro pada kondisi yang memungkinkan sehingga dapat menyangga sistem kehidupan secara seimbang, dinamis dan berkelanjutan (sustainable), terutama bagi pembangunan daerah.

Pembinaan dan pengembangan sektor usaha mikro untuk konteks waktu sekarang ini dituntut untuk lebih transparasi, akuntabilitas, dan networking sehingga kontrol masyarakat semakin ketat.

Dalam Bidang Pemberdayaan Usaha Kecil, Menengah dan Koperasi Pertama, peningkatan nilai tukar petani yang dapat memberi insentif bagi kegiatan pertanian, khususnya dalam produksi pangan, agar tingkat kesejahteraan petani dapat diperbaiki secara luas dan terjadi peningkatan produksi secara berarti untuk mengurangi tingkat ketergantungan kepada impor pangan dari luar negeri. Erat kaitannya dengan kebijaksanaan ini pemerintah juga menjamin harga dasar pendapatan petani, khususnya para petani penghasil padi.

Kedua, dalam rangka menciptakan mekanisme pasar yang dapat menciptakan efisiensi alokasi sumber daya ekonomi, pemerintah telah mendorong agar usaha kecil, menengah dan koperasi dapat lebih terlibat di dalam sistem distribusi nasional. Upaya ini dimaksudkan pula agar penentuan harga secara secara sepihakoleh pelaku ekonomi besar, yang dapat menciptakan ekonomi biaya tinggi, dapat dihindarkan.

Upaya ini telah membuahkan hasil, dengan terjadinya penurunan secara berarti berbagai harga kebutuhan pokok, sehingga dalam tiga bulan terakhir tahun 1998 inflasi dapat ditekan secara berarti.

Ketiga, memberikan pelayanan secara lebih mudah dan sederhana, namun dengan tetap mempertimbangkan kaidah penyaluran kredit secara sehat kepada sektor usaha kecil, menengah dan koperasi. Kebijakan ini penting artinya agar pengangguran terbuka dapat diatasi dengan peningkatan tingkat penyerapan kesempatan kerja disekor usaha kecil, tatkala banyak usaha besar ini masih memerlukan waktu untuk dapat bangkit kembali. Kebijakan ini juga penting sebagai bagian dari upaya untuk pengentasan kemiskinan secara berkelanjutan.

Keempat, mendorong berbagai usaha yang berbasis pada sumber daya alam Indonesia –khususnya yang berorientasi ekspor—agar kelompok usaha ini dapat berkembang seiring dengan upaya peningkatan peranan usaha kecil, menengah dan koperasi secara langsung, maupun melalui program kemitraan dengan usaha besar. Erat kaitannya dengan kebijaksanaan ini adalah upaya untuk melaksanakan pemerataan kesempatan berusaha, peningkatan nilai tambah melalui pengembangan industri pengolahan, serta memperluas jangkauan untuk pemasaran internasional.

Selanjutnya, upaya untuk mendorong pengembangan Usaha Kecil, Menengah, dan Koperasi (UKMK) yang mempunyai peran yang signifikan dalam menggerakkan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja tetap menjadi prioritas. Aktivitas ekonomi UKMK yang berjumlah sekitar 41,4 juta unit (99,9 persen dari total jumlah usaha secara nasional) pada tahun 2002 merupakan wujud partisipasi bagian terbesar masyarakat dalam peningkatan kesejahteraan nasional. Di samping itu, sampai dengan akhir tahun 2002, UKMK mampu menyerap 99,5 persen dari seluruh tenaga kerja nasional yang bekerja, meliputi 88,7 persen di usaha kecil dan 10,8 persen di usaha menengah.

Kontribusi UKMK terhadap pembentukan produk domestik bruto (PDB) non-migas pada tahun 2002 mencapai 63,9 persen. Produktivitas UKM meningkat namun masih terdapat kesenjangan produktivitas yang lebar antara UKM dan usaha besar. Apabila diukur berdasarkan perbandingan antara nilai tambah (PDB) non-migas dengan jumlah unit UKM, produktivitas per unit usaha untuk usaha kecil dan usaha menengah masing-masing mencapai Rp16,0 juta dan Rp4,0 milyar sedangkan untuk usaha besar mencapai Rp233,6 milyar.

Upaya penciptaan iklim yang kondusif bagi UKMK pada tahun 2002 sudah menunjukkan kemajuan dibandingkan dengan tahun 2001. Beberapa daerah sudah berupaya menyederhanakan perijinan melalui pengembangan One-Stop Service (pelayanan terpadu) dan merevisi peraturan-peraturan yang menghambat sekaligus berusaha mengurangi dampak negatif yang mungkin ditimbulkannya. Namun masih banyak daerah lain yang menganggap UKMK sebagai sumber pendapatan asli daerah dengan mengenakan pungutan-pungutan baru bagi UKMK sehingga biaya transaksi UKMK meningkat. Di tingkat nasional, upaya memperkuat landasan hukum bagi UKMK dilakukan dengan penyusunan RUU Usaha Mikro, Kecil dan Menengah untuk mengganti UU No. 9 Tahun 95 tentang Usaha Kecil dan Inpres No. 10 Tahun 99 tentang Usaha Menengah, dan dilanjutkannya penyelesaian RUU tentang Koperasi sebagai perubahan terhadap UU No. 25 Tahun 92. Upaya-upaya penyempurnaan iklim usaha tersebut dilanjutkan dalam tahun 2003 dan perlu semakin ditingkatkan dalam tahun 2004.

Beberapa upaya dalam rangka peningkatan akses UKMK terhadap sumberdaya produktif pada tahun 2002 juga menunjukkan perkembangan yang positif. Pada pertengahan tahun 2002 telah dimulai upaya pengembangan sistem informasi kredit dan biro kredit, serta fasilitasi penyelesaian hutang UKM melalui penerbitan Keppres No. 56 Tahun 2002 tentang Restrukturisasi Kredit UKM. Selain itu, tercatat peningkatan kapasitas perbankan dalam penyaluran kredit kepada UKM, serta peningkatan fasilitasi pembiayaan dari pemerintah dalam bentuk dana bergulir, dan penjaminan kredit bagi 494 UKMK di 17 propinsi. Namun demikian, masih dibutuhkan adanya pemantauan dan evaluasi yang lebih baik terhadap pelaksanaan Keppres Nomor 56/2002, partisipasi perbankan dalam penyaluran kredit, dan pengelolaan dana bergulir sehingga tepat sasaran, transparan dan bertanggung-gugat. Selanjutnya berkenaan dengan Surat Utang Pemerintah (SUP) Nomor SU-005/MK/1999, telah disalurkan sebesar Rp850 milyar bagi pendanaan KKPA-TR dan Kkop-Pangan dari dana SUP yang tersedia sebesar Rp3.097,9 milyar. Dalam rangka mendukung pendanaan kredit kepada usaha mikro dan kecil, pemanfaatan dana SUP direncanakan untuk ditingkatkan yang disertai dengan perbaikan mekanisme dan persyaratan penyalurannya dengan memperhatikan baik aspek kepentingan usaha mikro dan kecil maupun aspek kolektibilitas pengembalian kredit.

Perkembangan akses UKM terhadap sumberdaya produktif non-finansial selama tahun 2002 di antaranya ditandai dengan peningkatan ketersediaan penyedia jasa layanan pengembangan usaha (business development services-BDS) baik yang difasilitasi pemerintah (pusat dan daerah) maupun swasta; dan tumbuhnya klaster/sentra UKM di berbagai daerah. Pengembangan klaster/sentra di berbagai daerah yang diintegrasikan dengan pengembangan BDS juga terkait dengan upaya peningkatan kewirausahaan dan daya saing UKMK. Fasilitasi bagi BDS dan sentra disediakan dalam bentuk dukungan modal awal padanan (matching fund) bergulir, bantuan teknis (pendampingan dan pelatihan), dan pengembangan jaringan BDS.

Pada tahun 2002, telah dikembangkan 332 sentra UKM dan BDS di seluruh Indonesia. Sementara itu, upaya peningkatan perilaku kewirausahaan dan daya saing UKMK terus dilanjutkan dalam tahun 2002, terutama melalui fasilitasi kegiatan pelatihan, magang, serta perkuatan kebijakan dan modul/kurikulum diklat kewirausahaan, pengelolaan usaha dan perkoperasian. Permasalahan internal yang melekat pada UKMK sampai saat ini belum tuntas tertangani, seperti rendahnya kualitas sumber daya manusia dalam hal kemampuan manajemen, organisasi, teknologi, dan pemasaran; lemahnya kompetensi kewirausahaan; dan terbatasnya kapasitas UKM untuk mengakses permodalan, informasi teknologi dan pasar, serta faktor produksi lainnya. Selain itu, tantangan perdagangan bebas yang semakin besar terutama setelah pemberlakuan AFTA pada tahun 2003 membutuhkan perbaikan iklim usaha, terutama di bidang perdagangan dalam negeri dan investasi.

Melihat permasalahan dan tantangan ke depan dan percepatan transformasi struktural dan pertumbuhan ekonomi yang sekaligus menciptakan lapangan kerja, kerangka pemberdayaan UKMK tahun 2004 akan lebih diprioritaskan pada langkah-langkah untuk mempercepat pembenahan kelembagaan termasuk kebijakan dan regulasi yang bersifat lintas sektor dan lintas wilayah terutama yang merupakan disinsentif bagi UKMK, memperluas berkembangnya institusi pendukung seperti teknologi, jaringan pemasaran dan skema pembiayaan. Di samping itu, perhatian yang besar juga ditujukan untuk mengembangkan lebih lanjut UKM orientasi ekspor, UKM dengan kandungan nilai tambah tinggi terutama yang menggunakan sumberdaya alam/lokal, serta usaha menengah yang merupakan supporting industry.

Sejalan dengan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin, pengembangan usaha skala mikro secara lebih meluas dilakukan dengan meningkatkan kegiatan pelatihan, bantuan teknis, dan meningkatkan akses ke sumberdaya ekonomi termasuk pengembangan lembaga keuangan mikro (LKM). Upaya tersebut juga disertai dengan memberikan kesempatan usaha bagi kelompok masyarakat miskin dan penganggur yang memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dalam arus ekonomi utama, dan berwirausaha secara formal untuk mendapatkan penghasilan yang tetap. Selain itu, untuk memperkuat kedudukan LKM, saat ini sedang dipersiapkan penyusunan RUU tentang LKM.

Lebih jelasnya bentuk kebijakan dan pola pemberdayaan usaha mikro dapat dilaksanakan sebagai berikut;

Bentuk Kebijakan

1. Bentuk kebijakan keterbukaan atau tidak eksklusif.
Pemberdayaan usaha mikro tidak semata-mata didasarkan pada kondisi objektif yang ada tetapi juga harus mampu mengatasi kecenderungan dinamika global, seperti pasar bebas, globalisasi informasi dan kecenderungan otonomi daerah.

2. Bentuk kebijakan integrative dan aplikatif.
Bentuk kebijakan ini didasrkan pada pengalaman yang sudah-sudah, di mana kebijakan pembangunan usaha mikro tidak incule dalam kebijakan pembangunan secara umum, hanya merupakan efek samping dan kuratif. Dan kebijakan integeratif tersebut benar-benar dapat direalisasikan oleh usaha mikro.

3. Kebijakan yang terfokus dan terarah
.
Kebijakan pemberdayaan usaha mikro harus terfokus dan terarah dan sesuai dengan visi, misi, dan sasaran usaha mikro.

Penutup

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pembangunan daerah dengan penerapan konsep pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) didukung dengan pendekatan pembangunan manusia (human development), sebagai manifestasi paradigma pembangunan manusia (people centered development paradigm) diperlukan beberapa persyaratan yaitu :

1. Perubahan mendasar sikap dan karakter aparatur pemerintah yaitu mengembangkan kepekaan (responsiveness), bertanggungjawab (responsibility) baik objective responsibility (3 E) maupun subjective responsibility (2E & F) dan representatif (representativeness) yaitu tidak menyalahgunakan wewenang (power abuse) maupun melampaui wewenang yang dimiliki (excessive power) dalam pelaksanaan tugas;

2. Keseimbangan aktualisasi peran elemen-elemen “Trias Politica”yang berarti tidak adanya dominasi atau lemahnya salah satu elemenpun apakah eksekutif, legislatif maupun yudikatif;

3. Penerapan sistem “desentralisasi” secara proporsional yang berarti kemampuan pemerintah daerah mengembangkan potensi daerah untuk kepentingan publik.

Implikasi dan Saran

Ada tiga saran yang dapat menjadi masukan bagi pemerintah maupun bagi legalitas dan system administrasi lembaga keuangan (bank), dan bagi penyelenggaraan Usaha Mikro.

a) saran-saran yang berkaitan dengan Kebijakan Pemerintah.
- Pemerintah sebaiknya mempunyai system kelembagaan yang komperhensif yang mampu digerakkan secara bersama dengan koordinasi menteri Negara koperasi usaha kecil dan menengah.
-Perlu adanya kebijkan dalam perdagangan dan industri yang berorintasi pada ekspor dan import dengan hubungan kerja yang didukung oleh potensial usaha mikro di dalam Negara.
-Investasi asing (joint venture, transfer of technology, sub-kontrak dan bentuk lain yang sejanis) yang membawa keuntungan bagi Negara sebaiknya didorong dengan kesempatan dan perlakuan sama terhadap investasi asing seperti diatas bagi perkembangan perusahaan kecil dan menengah dalam jangka panjang.

b) saran-saran yang berkaitan dengan legalitas dan system administasi lembaga keuangan (bank)
- legalitas dan system administrasi yang berkaitan dengan usaha mikro sebaiknya ditempatkan di tiap-tiap propinsi atau kabupaten/kota sesuai dengan paradigma otonomi daerah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi dampak sentralisasi dan panjangnya birokrasi administrasi
- Perlu adanya bank yang dapat menjangkau di mana para pelaku usaha mikro berdomisili. Hal ini terutama dapat dilakukan oleh bank pembangunan di daerah-daerah.

c) saran-saran yang berkaitan dengan implementasi penyelenggaraan Usaha Mikro.
- Untuk menjangkau masyarakat pelaku usaha mikro yang miskin, dan terbatas asset dan fasilitas yang dimiliki, pemerintah daerah perlu mengembangkan model dimana masyarakat miskin dapat memperoleh pinjaman karena mereka memperoleh rekomendasi dari guarantee offices. Rekomendasi ini dapat direalisasi melalui tokoh agama, tokoh masyarakat, dan sebagainya.
-Disamping bantuan dana, sebaiknya pemerintah juga memberikan bantuan teknis dan pembinaan moral.
-Bantuan teknis yang berbentuk program traning, kursus bantuan alat teknologi, sebaiknya tidak diberikan secara Cuma-Cuma, tetapi dengan biaya murah atau memperoleh subsidi dari pemerintah.
-Perlu adanya system pengecualiaan kewajiban membayar pajak bagi pelaku usaha mikro yang baru berdiri samapai batas waktu ditentukan oleh peratutan daerah yang ada.

Prakoso Bhairawa Putera S
Penulis adalah Peneliti Muda Kebijakan dan Perkembangan Iptek – LIPI, Jakarta

Tulisan ini dipublikasi di MAJALAH TERAS, edisi September 2009
READ MORE - Pengembangan Daerah Berbasis Kemandirian

Bangsa Berbudaya: Suatu Ilusi Atau Intuisi

Jumat, 11 September 2009

KEHIDUPAN bangsa yang majemuk mengalami krisis. Reduksi sikap toleransi dan pengertian untuk saling memahami satu sama lain (mutual respect and mutual understanding) telah nyata mengancam pluralisme kebangsaan. Hilangnya kesadaran untuk saling menghargai dalam ruang publik telah menyurutkan langkah konkret mewujudkan persatuan yang sinergis. Bahkan, setiap kelompok (primordialistik) menunjukkan apatisme sosial yang saling berlawanan. Ketiadaan mediasi serta solusi penyelesaian terhadap masalah ini justru akan membawa jurang perpecahan yang semakin lebar, dan akhirnya tidak jelas juntrungannya.

Ironi pluralisme yang terkoyak tersebut jelas menjadi defisit demokrasi serta demokratisasi kehidupan bangsa. Bukan saja sikap memutlak-mutlakan secara logis bertentangan dengan logika demokrasi, namun lebih dari itu demokratisasi gagal justru melalui ketidakmampuan publik mengembangkan inklusivisme sosial yang mengarah ke perwujudan pluralisme yang sejati. Demokrasi merupakan "balairung" dari berbagai pintu kelompok yang amat beragam. Demokrasi bukan dimainkan melalui kekuasaan oligark yang menghasung perbedaan. Setiap kelompok yang berbeda, dalam demokrasi, mestinya bermain secara fair dan rasional dalam kontestasi yang terbuka dan dialogis-partisipatif. Keluwesan disertai strategi perekatan sosial merupakan arena demokrasi yang sejati.

Hidup di negeri yang berslogan gemah ripah loh jinawi ini sepertinya tidak mudah lagi. Menghidupi diri tidak dengan gampang layaknya menanam kayu yang kemudian tumbuh dan dapat diolah menjadi bahan makanan seperti yang sering diajarkan nenek moyang. Mencari lahan untuk tinggal pun kita nampak harus membayar tinggi jika tidak ingin kebagian tempat di bantaran kali atau tersudut di pojok hutan sambil menunggu digugat oleh petugas dan dimintai biaya untuk administrasi tanah. Bahkan kehidupan nyaman pun tak luput dari tragedi alam hingga lantas berhadapan dengan selalu semrawutnya penanganan pemerintah yang bahkan semakin memperlambat proses bantuan yang secara tulus disalurkan.

Namun, di satu sisi bangsa ini adalah bangsa yang sarat akan budaya atau lebih dikenal sebagai bangsa yang berbudaya. Ironisnya, saat ini keragaman tersebut mulai menjadi pokok permasalahan. Keragaman yang mendasari pluralitas hidup bernegara menjadi tak terbendung. Kedaerahan sama halnya budaya dan agama dengan keragamannya menyuburkan pluralitas. Kelompok politik dengan garis primordialnya menekankan unsur pluralitas. Peraturan dan Undang-undang baru memupuk pluralitas. Sadar akan hak-hak individu dan kelompok membuat setiap hal bisa “dimanfaatkan”.Cara pandang dan cara hidup yang modern meninggalkan akar tradisionalnya. Pendek kata situasi bernegara kita sekarang ini diwarnai oleh cara pikir sektarian atau yang mengkotak-kotakkan, tanpa menafikan masih adanya banyak juga warna kebangsaan.

Cara Hidup dan Cara Pikir Kekinian

Dunia modern dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa kita untuk semakin dekat “jarak” satu sama lain. Sarana komunikasi yang begitu canggih dan cepat berkembang berkat kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi membuat begitu cepatnya kontak antar bangsa, negara, budaya dan agama, dengan semakin mudahnya kita mengadakan kontak satu sama lain, maka kita juga saling mempengaruhi dalam satu dan lain cara dan semakin beragamlah tawaran-tawaran yang kita hadapi. Pengaruh ini juga bisa berarti sangat positif.

Mengingat adanya pengaruh baik yang negatif maupun positif dari ilmu pengetahuan dan teknologi serta cepatnya menyebar suatu berita dan kejadian, maka apapun yang kita lakukan, pendeknya, mempunyai akibat entah besar atau kecil, terhadap keseluruhan arah perkembangan manusia di bumi ini. Kita adalah pelaku-pelaku yang aktif dalam memblokir perkembangan, dalam membantu perkembangan, dalam menentukan arah perkembangan. Dalam rangka menyongsong masa depan sebagai kaum terdidik sangat bertanggungjawab untuk melihat kecenderungan dan akibat jaman kita, untuk mempertimbangkan reaksi atas berbagai macam bentuk kontak dan keragaman, agar kita dapat menentukan sikap yang bijak.

Mendasarkan diri pada realitas yang benar manusia yang berdimensi religius dan sosial akan dapat dapat membangun dirinya secara utuh dan benar. Arah atau cita-cita yang luhur berdimensi religius dan sosial inilah yang hendaknya menarik dan mengarahkan berkembangan umat manusia. Kenyataan tanpa ditarik oleh suatu cita-cita yang luhur dapat mengalami stagnasi atau akan mengalami penyelewengan dari cita-cita dasar manusia. Sedangkan kenyataan yang didorong sekaligus dipancing oleh cita-cita yang luhur dan wajar akan mengalami perkembangan yang berarti dan bermanfaat. Cita-cita atau apa yang diidealkan itulah yang mendorong dan mempengaruhi arah perkembangan.

Dalam kerangka cita-cita menyongsong kehidupan lebih baik kita mencoba untuk menganalisis kenyataan kultural-sosiologis, dengan demikian terlihat hubungan dialektika antara kenyataan dan cita-cita, sehingga mampu melihat realitas masyarakat kita dengan lebih jeli serta kritis. Menghadapi keragaman pengaruh dan tawaran setiap pribadi atau negara secara sadar atau tidak akan menentukan sikap. Ternyata bagaimanapun juga setiap pribadi secara sadar atau tidak sadar harus mengambil suatu sikap tertentu. Sikap ini karena ia ambil haruslah juga ia secara pribadi mempertanggung-jawabkannya. Maka kelihatan adanya keragaman yang luar biasa dalam sikap-sikap pribadi tersebut. Pertama karena orang begitu mengagumi yang dari luar beserta budaya, termasuk unsur religiusnya, orang dapat tercabut dari akar budayanya. Yang baik adalah yang dari luar. Yang baik adalah unsur-unsur baru. Coba bandingkan kita lebih senang lagu-lagu macam apa dibanding dengan misalnya musik gamelan atau wayang? Karena tercabut dari akar budaya dan tidak mempunyai pegangan yang mantap, orang tidak tahu lagi ke mana melangkah. Sehingga terjadi salah langkah atau salah tingkah. Atau orang bersifat apatis. Toh semua ada unsur baik atau buruknya maka ya sudahlah. Ini suatu sikap yang berbahaya yang bisa menghinggapi generasi yang kurang kritis dan terlalu silau terhadap kemajuan atau pengaruh asing dalam semua seginya.

Kedua orang dapat mereaksi keragaman tersebut dengan menutup diri, terkukung dalam angan-angan, terpenjara oleh pikiran-pikiran palsu, terantai oleh yang serba ortodoks atau tradisional. Orang-orang tersebut akan gamang dalam menyaksikan perkembangan dan mencoba untuk menarik diri. Bahkan orang-orang tersebut bisa sinis terhadap perkembangan. Terlebih lagi orang-orang yang demikian bisa memusuhi orang-orang lain yang menganggap bahwa perkembangan sesuatu yang harus digapai. Boleh jadi orang atau bangsa itu berpandangan bahwa yang terbaik itu saya atau kami. Pokoknya yang terbaik sukuku, yang terpandang agamaku, yang terkenal pulauku, yang hebat universitasku. Kata “ku-ku-ku” ini bisa diperpanjang sampai ke ha-hal yang sangat kecil dan tidak relevan, sehingga pluralitas beranak-pinak. Unsur yang baik itu berlaku untuk segala segi budaya dan agama. Boleh jadi karena orang tidak siap menghadapi kemajuan atau curiga lalu menutup diri terhadap pengaruh dan tawaran. Orang atau bangsa lalu bersikap eksklusif, kalau tidak dari saya atau kami itu tidak baik, titik. Dalam situasi yang demikian misalnya orang akan sangat peka terhadap kritik, bahkan yang positif. Orang dapat membela diri secara tidak wajar. Orang dapat mengatakan bahwa pers asing itu tidak baik, yang baik adalah pers Indonesia yang bertanggung-jawa alias tidak berani mengkritik atau menulis seperti apa adanya. Karena menutup diri maka orang itu menjadi sangat sensitif terhadap pengaruh dan tawaran dari luar, menolak bahkan ofensif.

Ketiga, orang atau bangsa yang berpribadi dewasa, integral dan kuat berani mempelajari/mengenal pengaruh dan tawaran apa pun tanpa menjadi bingung dan salah tingkah. Mereka berani menjadikan keragaman pengaruh dan tawaran itu sebagai bahan mentah untuk mosaik diri yang indah. Mereka tidak gamang dalam menghadapi situasi yang serba berubah. Justru mereka dapat dengan tepat mengantisipasi suatu perubahan. Inilah orang-orang yang tidak bertipe tambal sulam, tidak hanya memperbaiki yang luaran, tetapi mampu mencari akar permasalahan dan mampu memecahkannya secara dewasa. Mereka mampu karena mempunyai wawasan yang luas dan kepribadian teguh yang integral. Mereka menjadikan keragaman tersebut sebagai bahan mentah untuk membuat sayur yang enak. Keragaman akan menjadi enak kalau ditempatkan pada posisinya masing-masing secara seimbang, yang baik disebut baik yang jelek dikatakan jelek. Pribadi dan bangsa masing-masinglah yang harus membuat sintesis sesuai dengan akar budaya positif dari warisannya. Belajar dan memperkembangkan nilai-nilai baik dari budayanya sembari memanfaatkan “jenis-jenis sayuran dan bumbu masak” dari orang lain atau bangsa lain sehingga jadilah orang atau bangsa yang “sedap”.

Mungkin cita-cita kita menjadi bangsa yang benar-benar berbudaya, damai dan dengan gairah yang tinggi bekerja keras membangun agar setiap anak bangsa bisa mengembangkan dirinya, berkreasi secara bebas untuk kepentingan bangsa dan negara, baik dalam menyelesaikan masalah masa kini atau meletakkan landasan untuk membangun masa depan yang jaya dan membanggakan. Masa depan yang sejahtera sehingga seluruh anak bangsa akan mengenang nenek moyangnya dengan kebanggaan karena warisan yang ditinggalkannya tetap dikenang indah sepanjang jaman.

Barangkali, sebagai bagian dari bangsa ini. Memang yang lebih diperlukan adalah kemampuan memelihara memori dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah bersama kita lalui sebagai sebuah bangsa. Sebuah refleksi adalah juga jalan untuk upaya merawat ingatan; bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan beratus dekade oleh berjuta pejuang; bahwa otoriterianisme merupakan jalan yang tidak kita inginkan sebagai bangsa yang bercita-cita dewasa; bahwa represifitas melumpuhkan demokrasi dan intelektualitas; bahwa kebebasan berpikir dan bersuara telah dibayar mahal oleh nyawa yang tak ternilai; bahwa korupsi dan kawan-kawannya telah menghancurkan sendi-sendi keadilan dan meluluhlantakkan harapan untuk hidup makmur, sejahtera, dan berkeadilan; bahwa wajah pendidikan menentukan karakter bangsa; bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan yang harus kita selesaikan secara bersama-sama; bahwa jauh dari tempat kita berada banyak sosok yang tulus bergerak untuk sesuatu yang memiliki nilai kontribusi tinggi daripada kita yang hanya berdiam sambil berpura diskusi dan turut berpikir.

Generasi Muda (orang Muda) atau apa namanya adalah kunci. Generasi ini merupakan generasi yang akan mewujudkan paradigma baru dengan tetap terlebih dahulu perlu membangunkan kembali akar-akar budaya bangsa. Ini dapat dicapai melalui peningkatan komitmen kebangsaan di dalam sanubari masing-masing agar nasionalisme Indonesia baru akan berpijar dalam bentuk gagasan dan pandangan bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia, dan yang perlu ditekankan apa yang kita cari bukanlah sinkretisme, campuran sana sini. Kita menjadi pribadi atau bangsa berpribadi yang “concrescence” bersama budaya dan orang lain. Pantas dicatat bahwa pluralitas adalah kenyataan yang tak tersangkalkan; bahwa pluralitas tidak sama dengan pluralisme; bahwa pluralitas tidak otomatis mengakibatkan disintegrasi bangsa asal pemikiran “bonum commune” dijadikan landasan bermasyarakat dan bernegara. (Prakoso Bhairawa Putera, Duta Bahasa 2006)
READ MORE - Bangsa Berbudaya: Suatu Ilusi Atau Intuisi

Menumbuhkan Optimisme dalam Diri Anak Bangsa

PERKEMBANGAN kehidupan mutakhir saat ini jelas sangat tidak menguntungkan, khususnya terkait dengan upaya perekatan sosial (social integration). Musuh bersama yang sekarang menantang di depan mata sesungguhnya ialah rintangan berupa sikap absolutisme yang akut. Yakni, sikap yang terus merangsang sebuah klaim kebenaran yang mutlak dan terus dipaksakan ke ruang publik sebagai kebenaran yang tunggal dan monolitik. Dalam berbagai varian kehidupan sosial, realita ini muncul sebagai penguasaan wacana publik di antara berbagai pertarungan nilai. Absolutisme dengan retorika yang menggebu-gebu, padahal sarat kosong makna, kemudian hadir seolah-olah telah menghipnotis masyarakat.

Namun ditengah kegaulauan bangsa, pada kehidupan sehari-hari masih bisa kita menemui orang-orang yang memiliki optimisme tinggi untuk meraih suatu prestasi tertentu dan cenderung berjalan diantara permasalahan yang ada dengan kelapa tegak. Tetapi, dibalik sikap optimisme tersebut tidak jarang kita juga menemukan bahwa orang tersebut cenderung tidak memiliki dasar atau landasan kuat untuk mendukung optimismenya yang terefleksi dalam bentuk minimnya persiapan dan rencana, ketekunan, keras keras, kemampuan yang dimiliki. Akibatnya ia tidak pernah berhasil mencapai prestasi yang tadinya sangat diyakini akan dapat dicapai. Bahkan banyak yang berakhir dengan kekecewaan dan frustrasi mendalam. Lalu muncul pertanyaan bagaimana menumbuh kembangkan optimisme pada diri kita sebagai anak bangsa.

Optimisme hendaklah tidak dibangun di atas harapan utopis karena asa dan impian seperti itu bersifat gratis dan bisa dimiliki oleh semua orang dalam jumlah sebanyak mungkin. Kalau sekedar bicara harapan dan impian, tentu semua orang ingin makmur, dan hidup enak. Namun dalam kenyataan berapa persen yang bisa mewujudkan impian tersebut. Masa depan selalu akan ada seperti matahari yang tak pernah lelah terbit di barat, begitu juga dengan optimisme. Oleh karenanya harus dibangun dengan alamiah (membumi)dan dijawab oleh kualitas diri anak bangsa untuk menggunakan masa sekarang ini. Bagaimana cara anak bangsa mengisi hari-hari di masa sekarang.

Menumbuh kembangkan optimisme dapat dilakukan oleh setiap individu anak bangsa, setidaknya ada dua modal dasar dibutuhkan, yaitu keyakinan, dan kontrol diri.

Keyakinan sangat dibutuhkan saat mendesain masa depan. Keyakinan faktual sebagai alasan mengapa kita memiliki optimisme yang kuat. Dengan kata lain, jika kita memahami tahapan persoalan dari konsepnya yang paling utuh, berarti sudah memahami bagaimana persoalan tersebut akan berakhir. Memiliki alasan-alasan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu hasil sehingga anda merasa layak untuk yakin sangat diperlukan. Berilah diri anda alasan yang kuat, mengapa pantas memiliki keyakinan tentang suatu hal. Batas untuk yakin dan ragu-ragu terkadang lebih sering berupa batas kemampuan untuk mengetahui bagaimana sesuatu terjadi (how something happens). Para pakar manajemen menyebutnya sebagai kemampuan untuk memahami hasil akhir.

Selain keyakinan faktual, keyakinan mental juga diperlukan terutama ketika sedang menghadapi permasalahan start – up. Seluruh dalil kehidupan menunjukkan “life is game”, meskipun tidak berarti main-main atau sandiwara belaka. Tiap diri adalah pemain utama sekaligus penonton. Ketika tidak memiliki keyakinan mental maka sangat bisa dipastikan karakter yang kita presentasikan di atas panggung kehidupan ini sulit menciptakan kepuasan internal dan tidak memiliki daya tarik untuk merebut apresiasi penonton.

Keyakinan bahwa kita memiliki kemampuan meraih sukses melahirkan pribadi yang puas terhadap kehidupan dan oleh karena itu energi yang dihasilkan bersifat positif. Energi inilah yang akan melindungi keyakinan anda dari virus yang berupa keragu-raguan, rasa tidak berdaya, pesimisme tidak beralasan, rasa khawatir yang berlebihan terhadap tahayul ‘ jangan-jangan’ dan distraksi yang menyebabkan anda terseret dari garis fokus hidup.

Kontrol diri merupakan modal kedua dalam menumbuh kembangkan optimisme. Han ini erat kaitannya dengan bagaimana seseorang menggunakan pilihan hidup. Disadari atau pun tidak, selama hidup selalu disodorkan sejumlah pilihan. Mana yang akan dipilih, seluruhnya di tangan kita.

Ketika kontrol diri tidak lagi berada pada kesadaran bahwa realitas adalah hasil dari akumulasi pilihan maka optimisme mulai meninggalkan diri karena energi yang bekerja membentuk format hidup berupa energi negatif. Saat itulah tergoda untuk memilih keyakinan bahwa lebih besar tentangan ketimbang kemampuan; lebih banyak problem ketimbang solusi; hutang melebihi jumlah pemasukan; keterbatasan lebih berkuasa ketimbang keunggulan; dan semua yang dilakukan pantas dianggap kenihilan belaka.

Lingkungan memiliki energi, roh, atau power untuk membentuk diri meskipun akhirnya keputusan tetap di tangan diri masing-masing. Lingkungan bagaikan penasehat tanpa jabatan. Sayangnya, diri secara alami cenderung terbawa larut oleh lingkungan tanpa keputusan yang kuat untuk menciptakan seleksi. Akibatnya diri menjadi sosok yang diciptakan oleh lingkungan. Sehingga jadilah sosok yang biasa-biasa saja dan tidak pernah menempati wilayah posisi decision maker meskipun untuk persoalan sebagai the person.

Optimisme adalah kata kunci untum meraih esok. Dengan ada optimisme mempermudah bekerjasama sehingga menumbuhkan kebersamaan yang bermuara pada rasa persatuan dan kesatuan. ”Orang selalu mengimpikan sebuah kedamaian di mana setiap orang bebas hidup dengan damai dan mewujudkan cita-citanya. Baru belakangan ini kita mulai menyadari bahwa dengan kerjasama, kita mampu membangun dunia yang damai. Daripada kita bertengkar satu sama lain, lebih baik kita memerangi bahaya yang akan sama-sama kita hadapi, yaitu kekerasan, keserakahan, membongkar akar-akar pertikaian dan mencoba melaksanakan persamaan lebih besar dalam hubungan ekonomi, sosial dan budaya.” (Javier Perez de Cuellar).

Di dalam tugas yang memakan waktu dan menantang ini, mantan Sekjen PBB Javier Perez de Cuellar mengatakan bahwa kita harus membentengi diri dengan kepercayaan pada nilai-nilai keutamaan manusia akan cinta, kasih sayang, dan kebijaksanaan sebagai modal untuk memandang masa depan. Kesemua itu adalah muatan-muatan dalam optimisme.

Jika kita hubungkan dengan Indonesia, maka anak bangsa saat ini merupakan generasi yang akan mewujudkan paradigma baru pembangunan mendatang dengan tetap terlebih dahulu perlu membangunkan kembali optimisme dalam diri, lalu merujuk persatuan dan kesatuan. Ini dapat dicapai melalui peningkatan komitmen kebangsaan di dalam sanubari masing-masing agar nasionalisme Indonesia baru akan berpijar dalam bentuk gagasan dan pandangan bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia. Tentunya matahari akan selalu terbit di barat, lalu kenapa kita tidak mampu untuk menumbuh kembangkan optimisme dalam diri. Mulailah dari diri, sekarang dan saat ini juga. (Prakoso Bhairawa Putera. S) ***
READ MORE - Menumbuhkan Optimisme dalam Diri Anak Bangsa

Riset Untuk Penguatan Pangan

Kamis, 10 September 2009

Masa depan pangan Indonesia bisa ditentukan dengan riset, dengan catatan adanya tata kelola yang baik, yakni adanya relasi antara pemerintah, perguruan tinggi, petani, dan swasta bisa berlangsung secara seimbang

SEJAK setahun lalu, harga pangan dibelahan dunia benar-benar melonjak tinggi. Tercatat mulai 2005 hingga sekitar Agustus 2008, harga gandum dan jagung naik tiga kali lipat, sementara harga beras lima kali lebih mahal. Kenaikan ini serta merta menjadikan 20 negara kebingunan dan 75 juta jiwa penduduk mulai kesulitan pangan.

Namun bila dicermati, kenaikan ini terjadi ketika para petani penghasil pangan dunia sedang mengalami surplus terbanyak dalam sejarah. Beberapa peneliti di bidang pangan dunia seperti yang dilaporkan oleh National Geographic Indonesia (Juni 2009) menyadari bahwa sepanjang 10 tahun terakhir, penduduk dunia telah mengkonsumsi pangan 10 kali lipat lebih banyak dari pada yang dihasilkan oleh petani.

Kondisi semacam ini merupakan pengulangan yang terjadi pada periode 1943. Ketika itu tidak lebih empat juta penduduk meninggal di Benggala India. Kondisi ini kemudian berangsur membaik setelah selama dua dasawarsaa India mengimpor bahan pangan untuk asupan penduduknya. Revolusi Hijau hadir di era 1960-an dengan kerja keras peneliti India dibantu oleh Norman Borlaug seorang pemulia tanaman AS. Hasilnya tak tanggung-tanggung, pada 1970 petani di India berhasil memanen ladangnya tiga kali lipat.

Keberhasilan ini merupakan sebuah contoh dimana pelibatan peneliti untuk menghasilkan hasil tanaman yang bisa membawa kemakmuran di suatu negara telah diterapkan secara baik. Oleh karena itu, riset untuk penguatan pangan sangat diharapkan untuk menjadikan negeri ini swasembada pangan.

Riset Pangan

Ironis benar jika menyaksikan sebuah negara agraris melakukan impor terhadap kebutuhan pangan, mulai dari gandum, kedelai, jagung, susu, gula, bahkan beraspun masih impor. Sebenarnya sejak revolusi hijau bergulir di Indonesia, kegiatan pertanian dan pemenuhan produksi pangan telah mengarah pada paket teknologi produksi baru. Paket ini telah mengubah corak bertani masa lalu yang serba organik, terpadu dan berbasis potensi serta kearifan spesifik lokal menjadi serba kimiawi, monokultur, padat asupan dari luar dan serba diseragamkan. Seiring hal tersebut juga terjadi sawahisasi, berasisasi dan racunisasi. Pada tataran ini segenap potensi lokal sumberdaya petani telah dihilangkan secara sistematis dari cara pandang, pengetahuan dan sistem kewargaan Bangsa Indonesia.

Sistem seperti ini disadari sebagai pola yang tidak berwawasan pembangunan berkelanjutan, akhirnya banyak petani mencoba kembali pada lokalitas dan pengembangan dengan inovasi kekinian. Pada tataran lain peneliti-peneliti yang selama ini berkutat dengan kemampuan di laboratorium ataupun lapangan mulai mencari-cari formula yang tepat untuk menghasilkan produk pangan untuk mendukung hasil produksi pangan yang lebih baik.

Secara makro, jika berbicara riset maka hal yang perlu disadari bahwa kegiatan riset bukanlah wilayah otonom, tetapi berdiri sebagian bagian dari desain besar kebijakan pembangunan ekonomi yang memang merupakan wilayah politik.

Kalimat tersebut bukanlah karangan belaka, riset pangan telah membuktikan. Sebagai contoh; kemajuan riset pangan di Thailand merupakan pilihan dari keputusan politik kerajaan yang mencanangkan Thailand sebagai Kitchen of the World. Begitu pula meningkatnya gairah riset pangan di Indonesia tahun 1970-1980-an sebagai konsekuensi dari keputusan politik rezim Orde Baru untuk mewujudkan swasembada beras.

Sependapat dengan Arif Satria (2008) bahwa dunia riset memang punya kelemahan, tetapi ketika arah kebijakan pembangunan ekonomi tidak jelas tentu akan menyebabkan arah riset juga tidak jelas dan alokasi dana untuk riset juga tidak berdasarkan prioritas. Sehingga, perguruan tinggi dan lembaga-lembaga riset juga melakukan kegiatan riset sendiri-sendiri dengan agenda yang berbeda-beda.

Sebenarnya pemerintah telah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 68 tahun 2002 sebagai pijakan implementasi kebijakan pengembangan teknologi sektor pangan. Inovasi dalam bentuk perbaikan teknologi memiliki pilar besar yakni adanya kebutuhan untuk aktivitas riset. Kondisi ini disadari betul oleh pemerintah dengan adanya respon dari Kementerian Riset dan Teknologi dengan dikeluarkannya Buku Putih pengembangan pangan Indonesia 2005-2025. Lebih jauh kebijakan tersebut dilanjutkan dengan diterbitkannya Agenda Riset Nasional (ARN) yang didalamnya berisi acuan kegiatan riset di bidang pangan untuk 2005-2009. Namun, sangat disayangkan lima tahun ARN berjalan, pelaku riset tidak dapat memaksimalkan arah dari agenda tersebut.

Hasil penelitian Sri Rahayu, dkk (2009) menjelaskan sektor pangan Indonesia, selama ini telah melakukan pengembangan teknologi pangan di enam bidang kajian besar yang meliputi (1) teknologi budaya tanaman, ternak dan ikan,;(2). Teknologi pengolahan pangan;(3) teknologi panen dan pascapanen;(4) teknologi pengujian mutu dan keamanan pangan;(5). Kajian sosial budaya pangan; dan (6) riset sains dasar. Untuk bidang kajian 1,2, dan 3, kecenderungan kegiatan riset di Indonesia telah mencapai tingkatan uji prototipe. Sedangkan pada bidang kajian sosial budaya dan pangan sebagian riset di Indonesia mengulas tentang kajian teoritik dan kajian kebijakan. Di sisi lain, kajian riset sains dasar merupakan kajian yang masih fokus pada pengujian teoritis.

Masa depan pangan Indonesia bisa ditentukan dengan riset, dengan catatan adanya tata kelola yang baik, yakni adanya relasi antara pemerintah, perguruan tinggi, petani, dan swasta bisa berlangsung secara seimbang. Pemerintah memiliki institusi riset sendiri, begitu pula perguruan tinggi dan swasta. Ketiganya jarang ada koordinasi, komunikasi, dan kolaborasi. Akibatnya akumulasi kekuatan tidak terjadi, agenda riset tumpang tindih dan duplikatif, dan efisiensi-efektivitas rendah, padahal SDM peneliti kita sangat handal yang tak kalah dari negara lain. (Prakoso Bhairawa Putera. S, Peneliti Muda Kebijakan dan Perkembangan Iptek, LIPI Jakarta)***

tulisan ini dipublikasi di Bangka Pos, edisi 09 September 2009
READ MORE - Riset Untuk Penguatan Pangan

Orang Muda dalam Sastra Palembang Kini

Rabu, 09 September 2009

Oleh: Prakoso B. Putera, Penulis dan Duta Bahasa Tingkat Nasional 2006

MENGAMATI kemunculan karya sastra, baik itu cerita pendek ataupun puisi di Sumatera Selatan (baca; Palembang) sejak pertengahan tahun 2005 sampai dengan hari ini mengalami perkembangan luar biasa. Media cetak lokal, dalam hal ini Koran harian Sriwijaya Post, Sumatera Ekspres, dan Berita Pagi, khususnya Sriwijaya Post begitu konsisten dalam memuat dan memunculkan nama-nama baru yang dari segi kualitas karya bisa dikatakan baik dan hampir menyamai para senior walupun para terdahulu mereka itu begitu berpengalaman. Jika boleh melihat dari segi usia, nama-nama baru tersebut bisa dikategorikan sebagai orang muda. Saya lebih suka menamai dengan orang muda karena usia mereka berkisar antara 17 tahun sampai 29 tahun.

Orang-orang muda begitu bersemangat memburu publikasi di koran-koran lokal Minggu. Tak ayal, di hari yang sama nama tertentu bisa terpajang di dua – tiga media berbeda (tentunya dengan judul karya dan isi yang berbeda). Tiga karyanya (baik itu cerpen atau puisi) dimuat ditiga rubrik budaya Koran Minggu berbeda, pada hari yang sama. Mereka begitu bersemangat setiap karya muncul di koran Minggu, walau demikian sebuah ketakutan pada diri saya kemudian muncul apakah dengan mengejar jumlah publikasi, kualitas karya tetap diperhatikan.

Fenomena ini ternyata tidak hanya terjadi di lokal Palembang saja, di media-media Nasional pun acap kali memunculkan nama tertentu dalam beberapa media pada ahri yang sama. Akan tetapi ketakutan saya cepat terjawab, orang-orang muda tersebut selain gemar menyerbu koran Minggu lokal mereka juga tidak lupa menyerbu para pendahuluanya untuk sekedar bertanya tentang sebuah karya ataupun berdiskusi ringan. Sebut saja sejumlah wilayah-wilayah diskusi orang-orang muda tersebut, Akademi Sastra Palembang (ASAP), Forum Lingkar Pena (FLP), riakmusi – sebuah komunitas yang baru eksis di Palembang, dan beberapa wahana yang maaf tidak mampu untuk saya tuliskan. Dengan lapang dada mereka menerima nasihat dan bersuka cita setiap menerima masukan dari para terdahulunya.

Memang produktivitas kadang-kadang tidak serta merta berarti positif bagi masa depan kepengarangan. Bila tidak hati-hati, kualitas karya akan sulit dipertahankan, energi kreatif yang diforsir amat beresiko melahirkan karya-karya prematur, sukar dipertanggungjawabkan, baik secara estetik maupun tematik. Gejala ini semoga tidak cepat terjadi dengan orang-orang muda yang saat ini begitu bersemangat memburu koran Minggu maupun berdiskusi untuk memperkaya apresiasi karya.

Peran Media (Redaktur Budaya)

Jika berbicara peran media, semuanya tidak lepas dari redaktur budaya yang bertanggung jawab dalam setiap kemunculan karya-karya di koran Minggu. Adalah Sriwijaya Post seperti yang saya singgung sebelumnya begitu konsisten memunculkan nama dan karya orang-orang muda tersebut (mohon maaf kepada koran-koran lokal lainnya, bukan maksud untuk mengistimewahkan). Orang muda tentu ingin karyanya dibaca orang terlebih para terdahulunya, dan kalau mau dibaca tentu harus dipublikasi – koran Minggu adalah jawaban, lalu apa salah jika karya-karya mereka begitu banyak bertebaran di Minggu lokal. Emm..mungkin kesalahannya karena sering bahkan terlalu sering mencaplok lahan penulis ataupun pemburu lain. Maklumlah, jumlah koran yang menyediakan ruang publikasi puisi, cerita pendek, dan esai budaya amat terbatas, sementara jumlah peminatnya makin membeludak.

Namun, yang tidak boleh dilupakan adalah kebijakan redaksional setiap media selalu didasarkan pada mekanisme seleksi. Artinya, hanya karya-karya bermutu yang akan terpilih sebagai pengisi rubrik budaya. Boleh-boleh saja orang-orang muda tersebut melayangkan setiap karya mereka. Soal mereka terlalu memburu dan sudah mencandu pada publikasi koran, soal produktivitas dan soal kualitas kita serahkan kepada pembaca untuk menilai. Tugas mereka hanya menghidangkan bacaan yang renyah, gampang dicerna, enak dibaca, setelah itu terserah pembaca.

Kehadiran orang-orang muda tersebut bukan sekedar jago kandang saja, sejumlah dari mereka telah berhasil melakukan ekspansi kesejumlah media lain. Sebut saja Padang Ekspres, Lampung Post, Bangka Pos, Annida, Suara Karya, dan Cinta. Karya-karya mereka pun ternyata diminati oleh para redaktur budaya pada media-media tersebut.

Mereka Penulis Palembang Juga

Jika publikasi media belum cukup untuk menguatkan dan mengkukuhkan mereka sebagai penulis-penulis Palembang, maka sejumlah nama dari orang-orang muda tersebut telah diakui karyanya sebagai karya terbaik dalam beberapa kompetisi penulisan karya sastra ditingkat nasional. Sebut saja, Rendi Fadillah yang pernah menjadi juara Harapan dalam Sayembara Cerpen Krakatau Award, Dewan Kesenian Lampung di tahun 2005, di tahun yang sama Koko P. Bhairawa berhasil mensejajarkan namanya dengan cerpenis seperti Wa Ode Wulan Ratna (Jakarta), Aris Kurniawan (Tanggerang), MN Age (Aceh), dan Satmoko (Yogyakarta) sebagai nominator sayembara cerpen tingkat nasional yang diselenggarakan oleh Kementerian Pemuda dan Olahraga, lalu Ikhtiar Hidayati yang kerap menjadi nominator dan pemenang dalam sayembara penulis cerpen tingkat nasional yang diselenggrakan oleh Pusat Bahasa, ada juga Azzura Dayana, dengan Novel remajanya Alabaster yang mengambil setting Canberra dan Adelaide memenangkan Lomba Menulis Novel Gema Insani Press. Cerpen Lampion, menyabet penghargaan terbaik kedua pada Festival Kreativitas Pemuda 2004 yang diadakan oleh Creative Writing Institute dan Diknas, dan beberapa nama lainnya.

Jika buku yang kemudian menjadi tuntutan atau barometer, maka dengan ini dapat saya pastikan mereka telah mampu menerbitkan karya dalam sejumlah buku dari beberapa penerbitan besar seperti Grasindo, Gema Insani Press, Cinta, Zikrul – Bestari, CWI dan lain-lainya. Bukan hanya itu sejumlah karya mereka seperti puisi dan cerpen acap kali diterbitkan dalam antalogi bersama yang dibukukan secara nasional oleh sejumlah penerbit, walau sampai dengan hari ini niat orang-orang muda itu untuk melahirkan antalogi bersama dibawah label Dewan Kesenian dan penerbitan lokal belum tercapai.

Akhirnya walau sedikit terlambat, ucapan selamat datang orang-orang muda (Pinasti S. Zuhri, Rendi Fadillah, Koko P. Bhairawa, Azzura Dayana, Ikhtiar Hidayati, Nurrahman, Haris Munandar, Dahlia, Handayani, Dian Rennu) dalam percaturan sastra Palembang layak mereka dapatkan. Sebuah pekerja rumah yang sedang menanti didepan adalah meneruskan semangat memburu publikasi bukan hanya di media lokal tapi media nasional seperti Kompas, Republika, Media Indonesia, Tempo bahkan majalah sastra Horison. Kita nantikan kiprah mereka di jagad sastra Indonesia.***
READ MORE - Orang Muda dalam Sastra Palembang Kini

Bahasa dalam Ruang Generasi Muda

Jumat, 04 September 2009

Bahasa, kata kunci yang kini ikut dipertanyakan keberadaannya

Oleh : Prakoso Bhairawa Putera,
Duta Bahasa tingkat Nasional 2006


BAHASA, kata kunci yang kini ikut dipertanyakan keberadaannya. Andaikata tokoh-tokoh pencetus tiga ikrar dalam Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) kini hidup kembali mungkin mereka menangis, sedih sekali, karena perilaku berbahasa Indonesia sebagian (?) orang di negeri ini. Betapa tak sangat sedih, mereka menyaksikan orang-orang Indonesia sekarang, dari kalangan tertinggi hingga terendah, yang tidak menjunjung tinggi bahasa nasional kita sendiri.

“Kami Poetra dan Poetri Indonesia mendjoendjoeng bahasa persatoean, bahasa Indonesia.”

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), menjunjung berarti menuruti, menaati. Sedangkan menjunjung tinggi berarti memuliakan, menghargai, dan menaati. Nah, apakah kita masih menjunjung bahasa persatuan itu? Untuk menjawab pertanyaan ini periksalah diri masing-masing.

Kemampuan berbahasa Indonesia sebagai alat komunikasi menjadi tuntutan utama bagi setiap warga negara Indonesia untuk berhubungan dengan orang-orang dari daerah lain atau dari suku lain.

Kelancaran berbicara dan jarangnya terjadi kontak dan paham pada waktu berhubungan dengan memakai Bahasa Indonesia dengan orang lain, baik di kantor, di pasar, dipertemuan-pertemuan atau di tempat-tempat lain membutuhkan perasaan mau berbahasa Indonesia. Perasaan tersebut pada gilirannya menimbulkan keengganan mempelajari Bahasa Indonesia secara bersungguh-sungguh, karena tanpa belajarpun mereka pada kenyataannya mampu menggunakan bahasa tersebut.

Perkembangan suatu bahasa berjalan seirama dengan perkembangan bahasa pemiliknya. Bahasa Indonesia masih sangat muda usianya, tidak mengherankan apabila dalam sejarah pertumbuhannya, perkembangan bahasa asing yang lebih maju, seperti bahasa Inggris, bahasa Belanda, bahasa Perancis, bahasa Jerman dan bahasa Arab.

Seperti kita maklumi perkembangan ilmu pengetahuan dewasa ini dikuasai oleh bangsa-bangsa Barat. Merupakan hal yang wajar apabila bahasa mereka pula yang menyertai penyebaran ilmu pengetahuan tersebut ke seluruh dunia.

Indonesia sebagai negara yang baru berkembang tidak mustahil menerima pengaruh tersebut. Kemudian masuklah ke dalam Bahasa Indonesia istilah-istilah atau kata-kata asing, karena memang pengertian dan makna yang dimaksudkan oleh kata-kata asing tersebut belum ada dalam Bahasa Indonesia. Sesuai dengan sifatnya sebagai bahasa represif, sangat membuka kesempatan untuk itu.

Melihat dan menyaksikan keadaan semacam ini, timbullah beberapa anggapan yang kurang baik. Bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa yang miskin, tidak mampu mendukung ilmu pengetahuan modern, tidak seperti bahasa Inggris dan Jerman misalnya.

Pada pihak lain muncul sikap medewa-dewakan dan mengagung-agungkan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Dengan demikian timbul anggapan mampu berbahasa Inggris atau bahasa asing lainnya merupakan ukuran terpelajar atau tidaknya seseorang. Alhasil hasrat atau motivasi untuk belajar menguasai bahasa lain atau bahasa asing lebih tinggi dari pada hasrat untuk belajar dan menguasai bahasa sendiri. Kenyataan adanya efek sosial yang lebih baik bagi orang yang mampu berbahasa asing ketimbang yang mampu berbahasa Indonesia, hal ini lebih menurunkan lagi derajat Bahasa Indonesia di mata orang awam.

“Berbahasa” di Ruang Generasi Muda

Generasi muda sebagai pilar utama dalam keberlangsungan bangsa ini, ternyata mulai iut dipertanyakan keberadaanya. Tidak hanya ketika ide dan pemikiran tetapi pengantar atau pun bahasa yang dituturkan ikut menjadi bagian terpenting di dalamnya. Sebagai sebuah contoh, lihatlah keberadaaan genre novel yang tengah populer pada masa kini, “teenlit”, alias “teen literature”. Karya fiksi ini mendapat sambutan yang luar biasa dari penggemarnya (yang semagian besar adalah remaja). Buktinya, karya-karya fiksi berlabel “teenlit” ini sampai dicetak berkali-kali. Sebut saja “Dealova” karya Dyan Nuranindya yang langsung ludes 10 ribu eksemplar hanya dalam tempo sebulan. Malahan, “Dealova” juga telah diangkat ke layar lebar.

Aspek yang rasanya juga jelas terlihat ialah aspek bahasa. Gaya bahasa gaul, yang sebenarnya merupakan bahasa dialek Jakarta turut hadir dalam novel genre ini. “Loe-gue” yang dihadirkan tidak sekadar membuat “teenlit” begitu terasa dekat dengan para remaja, tapi justru dunia remaja yang demikian itulah yang tercermin lewat “teenlit”. Belum lagi cara penyajiannya yang menyerupai penulisan buku harian, lebih membangkitkan keterlibatan para pembacanya. Keberadaan bahasa Indonesia di dalamnya tidak terencana, tidak terpola dengan baik, apa saja bisa masuk. Baik pada percakapan (dialog) maupun pada deskripsi, bahasa yang dipakai adalah bahasa gaul, bahasa prokem, bahasa slang, yang hanya dimengerti oleh anak remaja. Keberagaman bahasa dan warna-warni percakapan tidak dapat dipola dan hampir tidak terkendali.

Lihatlah nama acara-acara di stasiun-stasiun televisi, siaran nasional, dan daerah. Simaklah laporan kalangan wartawan televisi dan radio (mereka pakai istilah reporter). Perhatikanlah ucapan-ucapan pembawa acara (mereka menyebutnya presenter) di layar kaca. Dengarlah dengan cermat bahasa mereka yang sehari-hari tampil di televisi, dalam acara apa pun.

Dengarlah nama-nama acara di stasiun-stasiun radio siaran. Bacalah nama-nama rubrik di media massa cetak. Perhatikanlah judul buku-buku fiksi dan nonfiksi yang dijual di toko-toko buku, di pasar buku, atau di kaki lima sekalipun. Simaklah dosen dan guru (terutama yang masih muda) yang sedang mengajar di depan kelas. Dengarkanlah petinggi atau pejabat negara yang sedang berpidato atau berbicara kepada wartawan.

Tiap detik dengan mudah kita mendengarkan bahasa buruk. Contohnya, gue banget, thank you banget, ya!, please, eh, jangan ngomongin aib pacarnya dia, demikian laporan reporter kami, dia presenter, sampai jumpa pada headline news satu jam mendatang, To day’s dialouge kita malam ini..., Top nine news, Top of the top, kita harus bekerja sesuai dengan rundown.”

Semakin lama semakin banyak orang yang berbahasa Indonesia dengan seenaknya, tidak mengindahkan norma atau aturan berbahasa yang berlaku resmi. Kalau benar isi pepatah lama, “Bahasa menunjukkan bangsa”, maka untuk mengetahui dan mengurai “wajah” negara dan bangsa kita kini tak usah mendatangkan ahli dari Amerika Serikat atau Australia.

Mengobati “penyakit” berbahasa yang sudah parah diperlukan usaha bersama semua pemangku kepentingan bahasa Indonesia untuk kembali menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa atau orang Indonesia. Warga negara yang sangat bangga sebagai orang Indonesia tentunya (seharusnya) juga mencintai bahasa nasionalnya sendiri. Kita, putra-putri Indonesia abad 21, yang benar-benar mencintai bahasa Indonesia pastilah menjungjung tinggi bahasa persatuan kita. Untuk mendukung usaha serius ini, pemerintah dan DPR perlu segera membahas dan mengesahkan Rancangan Undang-undang tentang Kebahasaan yang dibuat tahun lalu.

Banyak bangsa lain, seperti Filipina dan India, merasa iri dan sangat terkagum-kagum terhadap bangsa kita karena memiliki bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa nasional. Ini merupakan salah satu jati diri asli bangsa kita.

Masyarakat komunikatif tercipta dengan mampu merasakan kepekaan dan kepedulian serta siap berargumentasi untuk memecahkan permasalahan kompleks yang diidap. Konkretnya dengan cara itu, dapat mengawal masa-masa sulit ini menuju suatu arah yang tepat. Bagaimanapun menyiapkan seperangkat infrastruktur yang kapabel menyikapi setiap kejutan-kejutan arah angin perubahan secara tenang dan penuh perhitungan dalam konsensus, dapat menyediakan energi yang berlimpah ketika kita amat membutuhkannya. Mengkedepankan prioritas tidak bermakna mengesampingkan kebutuhan lainnya.

Barangkali, sebagai bagian dari bangsa ini. Memang yang lebih diperlukan adalah kemampuan memelihara memori dan mengambil pelajaran dari apa yang sudah bersama kita lalui sebagai sebuah bangsa. Sebuah refleksi adalah juga jalan untuk upaya merawat ingatan; bahwa kemerdekaan ini adalah hasil perjuangan beratus dekade oleh berjuta pejuang; bahwa otoriterianisme merupakan jalan yang tidak kita inginkan sebagai bangsa yang bercita-cita dewasa; bahwa represifitas melumpuhkan demokrasi dan intelektualitas; bahwa kebebasan berpikir dan bersuara telah dibayar mahal oleh nyawa yang tak ternilai; bahwa korupsi dan kawan-kawannya telah menghancurkan sendi-sendi keadilan dan meluluhlantakkan harapan untuk hidup makmur, sejahtera, dan berkeadilan; bahwa wajah pendidikan menentukan karakter bangsa; bahwa persoalan bangsa ini adalah persoalan yang harus kita selesaikan secara bersama-sama; bahwa jauh dari tempat kita berada banyak sosok yang tulus bergerak untuk sesuatu yang memiliki nilai kontribusi tinggi daripada kita yang hanya berdiam sambil berpura diskusi dan turut berpikir.

Pada berbagi kegiatan pun diharapkan masyarakat terutama orang muda harus merasa ikut memiliki lambang jati diri bangsa Indonesia. Rasa ikut memiliki itu akan mengukuhkan rasa persatuan terhadap satu tanah air, satu negara kesatuan, satu bangsa, satu bahasa persatuan, satu bendera, satu lambang negara, dan satu lagu kebangsaan. Pada gilirannya rasa persatuan itu akan menjauhkan perpecahan bangsa sekalipun berada dalam era reformasi dan globalisasi.

Akhirnya marilah mulai tumbuhkan kembali kesadaran dalam diri masing-masing untuk berbahasa Indonesia dengan baik, benar, dan indah. Ketika berbahasa asing, berbahasa asinglah dengan baik! Ketika berbahasa daerah, berbahasa daerahlah dengan baik! Ketika berbahasa nasional, berbahasa nasionallah dengan baik pula!***

READ MORE - Bahasa dalam Ruang Generasi Muda

Formasi Lowongan CPNS LIPI 2009

Rabu, 02 September 2009


Tahapan dan batas waktu penerimaan CPNS LIPI adalah :

Verifikasi administrasi :

  • Pengumuman resmi melalui media massa : 3 September 2009
  • Penerimaan registrasi lamaran melalui situs SIPC LIPI : 3-25 September 2009
  • Penerimaan Berkas Lamaran dan dokumen pendukung : 3-25 September 2009 (diterima LIPI)
  • Verifikasi administrasi oleh Panitia : 10-30 September 2009
  • Pengumuman pelamar dipanggil ujian tulis : 3 Oktober 2009


Ujian tulis:

  • Verifikasi fisik pelamar dipanggil ujian tulis : 8-9 Oktober 2009
  • Ujian tulis dan psikotes : 10 Oktober 2009
  • Pengumuman pelamar dipanggil ujian wawancara : 13 Oktober 2009

Ujian wawancara :

  • Wawancara : 15-16 Oktober 2009


Hasil final :

  • Pengumuman pelamar diterima : 22 Oktober 2009
  • Registrasi ulang dan penyerahan berkas pelamar diterima : 26-30 Oktober 2009
  • Pemberkasan dokumen : 1-16 November 2009
  • Mulai bekerja : Awal 2010
READ MORE - Formasi Lowongan CPNS LIPI 2009

LOWONGAN PENERIMAAN CPNS LIPI 2009

LIPI mengundang insan-insan muda Indonesia untuk bergabung membangun bangsa melalui ilmu pengetahuan dan teknologi

Melanjutkan Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil - CPNS di lingkungan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia - LIPI sejak tahun 2005, pada tahun anggaran 2009 ini LIPI kembali membuka kesempatan kepada insan-insan muda Indonesia untuk berkiprah sebagai peneliti dan tenaga pendukungnya di berbagai satuan kerja LIPI.

LIPI adalah lembaga ilmu pengetahuan milik negara yang mendapatkan otoritas tertinggi untuk melakukan kajian dan penelitian ilmiah di Indonesia. Untuk itu LIPI menanungi 47 satuan kerja dengan kompetensi kajian ilmiah atau sebagai pendukung kegiatan ilmiah yang spesifik untuk masing-masing satuan kerja.


Dengan visi Terwujudnya kehidupan bangsa yang adil, cerdas, kreatif, integratif dan dinamis yang didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang humanistik, LIPI merupakan satu-satunya lembaga penelitian yang meliputi seluruh disiplin ilmu. Dengan karakteristiknya sebagai lembaga multi disiplin, LIPI mengemban misi :


Menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi agar menjadi penggerak utama dan acuan dalam meningkatkan kemajuan dan persatuan bangsa, memperkuat daya saing masyarakat.


Ikut serta dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembangunan berkelanjutan yang berwajah kemanusiaan.


Memperkuat landasan etika keilmuan.


Bagi insan-insan muda terbaik Indonesia yang tertarik untuk bersama-sama Membangun Indonesia dengan riset ilmiah di masa depan, sekali lagi kami undang untuk bergabung bersama LIPI.


Pembukaan registrasi lamaran akan dilakukan bersamaan dengan pengumuman melalui media massa pada tanggal 3 September 2009. Untuk itu persiapkan diri dan kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan seperti tertulis di halaman INFORMASI.


Untuk informasi lebih detail serta seluruh proses penerimaan dilakukan secara online. Silahkan mengakses Sistem Informasi Penerimaan CPNS (SIPC) LIPI di :


http://www.cpns.lipi.go.id


Tertanda,
Panitia Pengadaan CPNS LIPI 2009

Sumber :
http://www.cpns.lipi.go.id
READ MORE - LOWONGAN PENERIMAAN CPNS LIPI 2009

 
 
 

BERGABUNG DENGAN BLOG INI

PENJAGA LAMAN

Foto Saya
prakoso bhairawa
Lahir di Tanjung Pandan (pulau Belitung), 11 Mei 1984. Ia memiliki nama pena KOKO P. BHAIRAWA. Duta Bahasa tingkat Nasional (2006) ini kerap menulis di berbagai media cetak Nasional dan Daerah. Buku-bukunya: Megat Merai Kandis (2005), La Runduma (2005), Ode Kampung (2006), Uda Ganteng No 13 (2006), Menggapai Cahaya (2006), Aisyah di Balik Tirai Jendela (2006), Teen World: Ortu Kenapa Sih? (2006). Asal Mula Bukit Batu Bekuray (2007), Medan Puisi (2007), 142 Penyair Menuju Bulan (2007), Ronas dan Telur Emas (2008), Tanah Pilih (2008), Putri Bunga Melur (2008), Aku Lelah Menjadi Cantik (2009), Pedas Lada Pasir Kuarsa (2009), Cerita Rakyat dari Palembang (2009), Wajah Deportan (2009), Pendekar Bujang Senaya (2010), Ayo Ngeblog: Cara Praktis jadi Blogger (2010), dan Membaca dan Memahami Cerpen (2010). Tahun 2009 menjadi Nominator Penulis Muda Berbakat – Khatulistiwa Literary Award. Saat ini tercatat sebagai peneliti di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Beralamat di koko_p_bhairawa@yahoo.co.id, atau di prak001@lipi.go.id
Lihat profil lengkapku